kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45906,29   2,96   0.33%
  • EMAS1.310.000 -0,23%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Transaksi digital digemari, regulator dan bank kebut pengembangan digital banking


Selasa, 30 Maret 2021 / 17:25 WIB
Transaksi digital digemari, regulator dan bank kebut pengembangan digital banking


Reporter: Laurensius Marshall Sautlan Sitanggang | Editor: Herlina Kartika Dewi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Tren perkembangan teknologi digital di tengah pandemi terus berkembang pesat khususnya layanan perbankan digital. Wajar saja, sebagian besar masyarakat saat ini sudah memanfaatkan layanan perbankan untuk melakukan transaksi keuangan. 

Bank Indonesia (BI) juga mengatakan hal itu sejalan dengan digitalisasi sistem pembayaran, seiring meningkatnya preferensi dan akseptasi masyarakat terhadap teknologi digital. Hal ini menurut Gubernur BI Perry Warjiyo turut mendorong pesatnya transaksi ekonomi digital dan digital banking ke depan. 

Menurut data BI, perkembangan transaksi digital sejatinya sudah mulai masif sejak tahun 2019. Namun, dengan adanya pandemi Covid-19 tren tersebut semakin terakselerasi. 

Misalnya saja, transaksi e-commerce pada tahun 2020 sudah menembus Rp 253 triliun. Angka tersebut naik sebesar 23,11% dari posisi akhir 2019 lalu yang mencapai Rp 205,5 triliun. Pun, menurut proyeksi BI, tren belanja di e-commerce akan semakin tinggi di tahun 2021 dan nilainya ditaksir bisa mencapai Rp 337 triliun atau naik 33,2% year on year (yoy). 

Peningkatan transaksi digital juga terjadi pada penggunaan uang elektronik yang kian jumbo. Bank sentral mencatat total transaksi uang elektronik telah mencapai Rp 201 triliun di akhir 2020 lalu, tumbuh sekitar 38,42% dalam satu tahun. 

Baca Juga: BNI bagikan 25% dari laba tahun lalu sebagai dividen

BI juga meramal transaksi atau penggunaan uang elektronik tersebut masih bisa tumbuh setara dengan tahun lalu atau pada kisaran 32,3% dengan nilai menembus Rp 266 triliun di akhir 2021.

Kedua hal itu praktis turut memicu transaksi perbankan digital alias digital banking. Menurut catatan BI, sampai dengan penghujung tahun 2020 total transaksi digital banking sudah menembus Rp 27.036 triliun. 

Meski begitu, pertumbuhan transaksi digital banking tersebut belum banyak bergerak dari posisi tahun 2019 atau tumbuh sekitar 1,49% saja. Hanya saja, menurut BI sejalan dengan inisiatif peta biru sistem pembayaran Indonesia tahun 2025 laju transaksi digital banking akan makin pesat. 

Tahun ini, BI memproyeksi transaksi digital banking akan tumbuh pada kisaran 19,1% yoy dengan nilai transaksi mencapai Rp 32.206 triliun. Bahkan Perry mengatakan volume transaksi digital banking di bulan Februari 2021 sudah tumbuh sekitar 36,41% yoy mencapai 464,8 juta transaksi. 

"Nilai transaksi digital banking tumbuh 22,944% mencapai Rp 2.547,5 triliun," ujarnya belum lama ini. 

Bank Indonesia ke depan akan terus mendorong tren pembayaran digital. Antara lain melalui pengembangan ekosistem ekonomi dan keuangan digital seperti perluasan akseptasi QRIS melalui QRIS Customer Presented mode (CPM) serta penggunaan QRIS sebagai salah satu metode pembayaran dalam e-commerce. 

Besarnya kue digital banking ini juga yang membuat banyak bank yang berlomba untuk mendirikan bank digital. Untuk itu, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pun sedang menggodok kebijakan baru mengenai bank umum dan aturan main bank digital di Tanah Air. 

Deputi Komisioner Pengawas Perbankan I OJK, Teguh Supangkat mengatakan calon peraturan OJK tersebut masih dalam proses rule making rule atau permintaan tanggapan dari pelaku industri saat ini sehingga masih dalam pembahasan. "POJK tersebut ditargetkan akan diterbitkan pada semester I ini, namun masih akan tergantung pada keputusan Rapat Dewan Komisioner OJK,"  kata Teguh kepada Kontan.co.id, Senin (29/3). 

Setidaknya menurut catatan KONTAN memang ada sejumlah bank yang mengumumkan telah mengajukan izin menjadi bank digital. Seperti Bank BCA Digital milik PT Bank Central Asia Tbk (BCA), Bank Jago, Bank BRI Agro dan Bank Neo Commerce. 

Baca Juga: Aturan bank digital ditargetkan terbit semester I, begini perkembangannya

Akan tetapi, bank-bank raksasa pun tidak kalah aktif untuk melakukan pengembangan layanan digital, meski tidak masuk ke ranah bank digital. 
Salah satunya PT Bank Mandiri Tbk yang telah mentransformasikan aplikasi mobile banking menjadi aplikasi super atau Super App bertajuk Livin Mandiri. 

Thomas Wahyudi, SVP Transaction Banking Retail Sales Bank Mandiri menjelaskan saat ini aplikasi mobile banking sudah menopang sekitar 40% dari total volume transaksi e-channel perseroan. Perkembangan transaksi digital atau e-channel bank berlogo pita emas ini juga cukup pesat. 

Tercatat hingga pertengahan Maret 2021, transaksi finansial lewat e-channel Bank Mandiri telah mencapai lebih dari 600 juta transaksi dengan volume mencapai hampir Rp 700 triliun. Nilai tersebut meningkat sebesar 14% secara tahunan. "Peningkatan ini merupakan kabar baik di tengah adanya pandemi Covid-19 sejak 2020 lalu, artinya perekonomian menunjukkan pertumbuhan yang positif," ujarnya kepada Kontan.co.id, Selasa (30/3).

Dia juga mengungkap, selama masa pandemi Covid-19 hampir semua lini segmen pembayaran untuk transaksi online seperti ATM, EDC dan uang elektronik (e-money) masih terus berupaya kembali ke transaksi semula alias trennya sedikit melambat. 

Hal ini wajar lantaran sebagian besar nasabah bank bersandi bursa BMRI ini sudah beralih menggunakan aplikasi mobile banking sebagai sarana transaksi perbankan. 

Thomas juga memandang, pandemi memang menjadi akselerator digital. Lantaran masyarakat mulai terbiasa membatasi kegiatan di luar rumah, dan membuat terjadinya pergeseran perilaku transaksi khususnya belanja. 

"Kami merasa masih banyak ruang untuk pertumbuhan transaksi digital maupun transaksi non-tunai di Indonesia," imbuhnya. 

Begitu juga dengan PT Bank Tabungan Negara Tbk (BTN) yang sudah mulai melakukan transformasi bisnis. 

Direktur Enterprise Risk Management, Big Data & Analytics Bank BTN Setiyo Wibowo mengatakan sudah memulai transformasi lewat efisiensi kantor cabang.

Namun, karena kekuatan Bank BTN ada di segmen perumahan, layanan perbankan digital yang dikembangkan tentunya akan mengarah ke sektor properti. 

"Kita juga akan memperkuat mobile banking, termasuk platform digital untuk KPR yang akan ditingkatkan. Sehingga bisa jauh lebih cepat dan efisien," ungkapnya belum lama ini. 

Baca Juga: Ini kata bankir soal penyaluran kredit masih melempem meski banjir stimulus

Bank BTN juga berencana semakin aktif meningkatkan produk tabungan. Tentunya melalui sarana mobile banking BTN. Pasalnya, sampai dengan awal tahun 2021 jumlah pengguna mobile banking BTN sudah mencapai 1,6 juta nasabah dengan kenaikan di kisaran 30% secara yoy. 

Untuk mewujudkan hal tersebut, bank bersandi bursa BBTN ini sudah menyiapkan anggaran sedikitnya Rp 500 miliar sampai Rp 1 triliun. Dari jumlah tersebut, sekitar 60% akan dipakai untuk pengembangan teknologi informasi (TI) perseroan di tahun 2021. 

Bank lain juga bergegas lakukan pengembangan dalam perlombaan digital banking. 

PT Bank Woori Saudara Tbk (BWS) salah satunya yang bahkan akan membentuk divisi digital banking untuk mematangkan layanan digital. Direktur Bank BWS Sadhana Priatmadja membocorkan, pihaknya sudah bekerjasama dengan beberapa layanan dompet digital seperti OVO dan GoPay untuk pengembangan produk tabungan. Pihaknya juga punya rencana untuk meluncurkan produk kredit berbasis digital ke depannya. 

"Kami akan lakukan digitalisasi terkait produk jasa. Kondisi pandemi ini menjadi alasan utama kami masuk ke layanan digital," katanya.

Selanjutnya: Amar Bank berkomitmen perkuat posisinya sebagai bank digital

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Practical Business Acumen

[X]
×