Reporter: Anggar Septiadi | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sejumlah bank syariah mengaku tak tergesa-gesa menyesuaikan tarif seiring tren melandainya bunga acuan. Maklum, bank syariah menerapkan tarif yang tetap (fixed pricing) yang biasanya lebih mahal dari pasar, alih-alih mengandalkan bunga acuan seperti bank konvensional.
Sebagai catatan, sepanjang 2019, sejak Juli hingga Oktober Bank Indonesia telah memangkas bunga acuan sebanyak empat kali sebesar 100 bps.
Baca Juga: Segmen korporasi menopang pertumbuhan kredit sejumlah bank di kuartal III 2019
Pemangkasan tersebut memang masih lebih kecil dibandingkan kenaikan bunga acuan yang dilakukan bank sentral pada 2018 sebanyak enam kali sebesar 175 bps.
Menghadapi konteks demikian, Direktur Bisnis SME dan Komersial PT Bank BNI Syariah Dhias Widhiyati mengaku tak bakal tergesa-gesa melakukan penyesuaian tarif. Alasannya, hingga kuartal III-2019 kinerja perseroan masih tercatat mumpuni.
“Terkait tren bunga acuan kami akan terus memantau respon pelaku pasar, termasuk bank lain dan nasabah. Keputusan (tarif) lebih lanjut akan tergantung pada ekspektasi pasar, tingkat persaingan, dan target profitabilitas kami,” katanya kepada Kontan.co.id.
Sementara hingga kuartal III-2019, perseroan masih berhasil mencatat pertumbuhan laba bersih 50,66% (yoy) senilai Rp 462 miliar. Net imbalan perseroan juga tercatat masih dapat dipertahankan dengan baik, dari 7,19% pada kuartal III-2018 menjadi 7,43% pada kuartal III-2019.
Kinerja intermediasi perseroan hingga kuartal III-2019 juga tercatat mumpuni. Pembiayaan perseroan tumbuh 18,34% (yoy) menjadi Rp 31,81 triliun. Sementara penghimpunan dana pihak ketiga (DPK) tumbuh 11,79% (yoy) menjadi Rp 37,49 triliun.
Baca Juga: Revaluasi aset sebabkan total aset Bank Mandiri naik sebesar Rp 52 triliun
Sedangkan Presiden Direktur PT Bank BCA Syariah John Kosasih menilai tarif pembiayaan bank syariah diprediksi masih akan tinggi, meskipun terjadi tren penurunan bunga acuan. ketatnya likuiditas perbankan jadi alasannya.
“Penurunan bunga acuan diprediksi masih akan berlanjut, namun kondisi likuiditas juga masih ketat. Seiring hal tersebut biaya dana juga masih akan tinggi, dampaknya pricing juga masih akan tinggi,” tuturnya kepada Kontan.co.id.
Dari catatan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), per Agustus 2019 finance to deposit ratio (FDR) perbankan syariah di kelas BUKU (bank umum kegiatan usaha) II, dan BUKU III memang tercatat mengetat dibandingkan akhir 2018 lalu. Cuma FDR BUKU I yang tercatat longgar.
BUKU I dari 90,99% pada Desember 2018 menjadi 88,63% pada Agustus 2019. BUKU II dari 78,51% pada Desember 2018 menjadi 79,70% pada Agustus 2019. Sedangkan BUKU III dari 76,97% pada Desember 2018 menjadi 81,96% pada Agustus 2019.
Baca Juga: Bentuk pencadangan, laba Bank BJB menyusut di kuartal III 2019
Sementara Direktur Perbankan Syariah PT Bank CIMB Niaga Tbk (BNGA, anggota indeks Kompas100) Pandji P. Djajanegara mengaku tarif pembiayaan syariah perseroan bakal mengikuti induk konvensionalnya.
Hal tersebut terjadi sebab, CIMB Niaga Syariah masih berbentuk unit usaha syariah (UUS) dari Bank CIMB NIaga, alias belum menjadi entitas mandiri.
“Kalau di Bank CIMB Niaga, jika tarif di konvensionalnya turun maka bisnis syariahnya pada saat yang sama juga akan turun. Kita tidak menyesuaikan, sehingga tak akan terjadi persaingan di internal,” katanya kepada Kontan.co.id.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News