kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.533.000   0   0,00%
  • USD/IDR 16.250   0,00   0,00%
  • IDX 6.984   6,63   0,09%
  • KOMPAS100 1.040   -1,32   -0,13%
  • LQ45 817   -1,41   -0,17%
  • ISSI 212   -0,19   -0,09%
  • IDX30 416   -1,10   -0,26%
  • IDXHIDIV20 502   -1,67   -0,33%
  • IDX80 119   -0,13   -0,11%
  • IDXV30 124   -0,51   -0,41%
  • IDXQ30 139   -0,27   -0,19%

Turunnya Daya Beli Masyarakat Berdampak pada Bisnis Asuransi Kredit, Begini Solusinya


Kamis, 17 Oktober 2024 / 21:27 WIB
Turunnya Daya Beli Masyarakat Berdampak pada Bisnis Asuransi Kredit, Begini Solusinya
ILUSTRASI. Kawasan properti perkantoran di Jakarta, Jumat (26/8). IFG Progress melakukan penelitian terkait dampak penurunan daya beli kelas menengah terhadap industri asuransi.


Reporter: Nadya Zahira | Editor: Tri Sulistiowati

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. IFG Progress melakukan penelitian terkait dampak penurunan daya beli kelas menengah terhadap industri asuransi. 

Dalam penelitian tersebut, menunjukkan bahwa penurunan daya beli masyarakat kelas menengah di Indonesia lebih berdampak pada industri asuransi umum dibanding asuransi jiwa. 

Penurunan daya beli tersebut berimbas pada lini bisnis di asuransi umum. Misalnya, untuk penurunan 4%-5% daya beli kelas menengah akan berdampak negatif sebesar 15%-19% pada lini bisnis asuransi kredit.

Menanggapi hal ini, Praktisi Manajemen Risiko dan Ketua Umum Komunitas Penulis Asuransi Indonesia (Kupasi), Wahyudin Rahman menuturkan bahwa terdapat beberapa hal yang bisa dilakukan asuransi umum sebagai jalan keluar untuk memperbaiki kinerjanya. Pertama, yaitu dengan melakukan diversifikasi produk.  

Baca Juga: Dorong Kinerja, Allianz Utama Bakal Terapkan Sejumlah Strategi Ini

“Perusahaan asuransi umum bisa melakukan diversifikasi produk yang lebih terjangkau dan fleksibel. Misalnya, produk asuransi mikro yang memungkinkan pembayaran premi lebih ringan, namun tetap memberikan perlindungan mendasar," kata Wahyudin kepada KONTAN, Kamis (17/10). 

Kedua, Wahyudin bilang, yakni dengan melakukan digitalisasi, dan solusi ketiga adalah dengan melakukan penguatan edukasi dan literasi kepada masyarakat. 

Sedangkan dari sisi regulator, ia menilai Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dapat memberikan relaksasi kebijakan seperti kelonggaran terkait persyaratan minimum premi atau kebijakan tarif. Dengan begitu, perusahaan asuransi memiliki ruang untuk menawarkan produk yang lebih terjangkau bagi masyarakat. 

Sementara itu, Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) memproyeksi premi asuransi kredit masih akan tumbuh signifikan hingga akhir tahun 2024. Hal ini seiring dengan kondisi makro ekonomi, yang mana penyaluran kredit perbankan di Tanah Air melaju kencang di awal tahun ini. 

Data Bank Indonesia (BI) mencatat, kredit perbankan pada Januari 2024 tumbuh 11,5% secara tahunan, mencapai Rp 7.009,9 triliun.

"Apalagi sepanjang tahun 2023, premi asuransi kredit masih tumbuh signifikan. Maka dari itu, premi asuransi kredit masih diproyeksikan akan tumbuh hingga akhir tahun 2024," kata Direktur Eksekutif AAUI, Bern Dwyanto, kepada Kontan.co.id, Kamis (17/10). 

Selain itu, Bern mengatakan bahwa pertumbuhan asuransi kredit akan tetap menjadi penopang pendapatan premi Asuransi umum kedua atau ketiga setelah properti dan kendaraan. 

Sebagai informasi, data Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) mencatat pendapatan premi asuransi kredit pada semester I-2024 mencapai Rp 10,58 triliun atau tumbuh 26% secara Year on Year (YoY). Sementara, klaim asuransi kredit mencapai Rp 8,3 triliun atau meningkat 35,4%. 

Baca Juga: Mulai Bulan Ini Dana Pensiun Tak Lagi Bisa Dicairkan Sebelum 10 Tahun

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective Bedah Tuntas SP2DK dan Pemeriksaan Pajak (Bedah Kasus, Solusi dan Diskusi)

[X]
×