kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45898,78   -24,72   -2.68%
  • EMAS1.326.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Wacana KSSK jadikan bank Himbara sebagai penyangga likuiditas timbulkan pertanyaan


Senin, 11 Mei 2020 / 16:21 WIB
Wacana KSSK jadikan bank Himbara sebagai penyangga likuiditas timbulkan pertanyaan


Reporter: Laurensius Marshall Sautlan Sitanggang | Editor: Herlina Kartika Dewi

"Kenapa PPA? karena PPA inikan semacam Venture Capital kan, menempatkan dulu dana kemudian nanti ditarik lagi. Itukan PPA juga di bawah pemerintah. Dia BUMN juga, jadi kalau dia yang melakukan kan tidak ada conflict of interest. Kalau saya sih mengusulkan, dana pemerintah likuiditas itu menyalurkannya bisa ke PPA atau PT SMI juga bisa yang kepanjangan tangan dari Kemenkeu," paparnya.

Senada dengan Aviliani, Ekonom Core Indonesia Piter Abdullah juga tidak sependapat jika Bank Himbara dijadikan sebagai bank penyangga likuiditas bagi bank-bank yang kesulitan likuiditas. Dia menekankan, urusan likuiditas seharusnya tidak melibatkan bank Himbara, melainkan ini menjadi wewenang bank sentral yang tugasnya mengatur likuiditas di pasar. Menurutnya, jika bank mengalami kesulitan likuiditas maka langkah terakhir yakni bank sentral harus menggelontorkan likuiditasnya untuk perbankan.

"Seharusnya urusan likuiditas itu urusannya bank sentral, yang mengatur likuiditas perekonomian itu bank sentral. Bank sentral juga dalam posisi lender of the last resort. Ini menegaskan peran bank sentral dalam mengatur likuiditas. Bank sentral memiliki semua instrumen untuk menjaga likuiditas sistem perbankan," tegasnya.

Ia mengungkapkan, jika KSSK memutuskan untuk menjadikan bank BUMN sebagai bank penyangga likuiditas, mau tidak mau bank Himbara harus bisa menilai apakah bank penerima likuiditas tersebut layak untuk menerima likuiditas atau tidak. Namun yang dikhawatirkan adalah, apabila ke depan terdapat masalah pada bank penerima likuiditas, tentu yang harus bertanggung jawab disini adalah bank penyangga likuiditas yang dalam hal ini yaitu bank BUMN.

Baca Juga: BI rajin suntik likuiditas bank, apakah sudah cukup? Begini kata bankir

"Sekarang yang ditempuh adalah menggunakan bank Himbara sebagai bank perantara, disebut sebagai bank anchor. Kenapa harus melalui bank anchor? Kalau itu yang dilakukan, pertanyaannya likuiditas bank Himbara sumbernya dari mana? Kemungkinan besar dari pemerintah. Pengaturan dan pengawasan tetap di OJK, tapi nanti kalau ada apa-apa yang akan diminta pertanggungjawaban adalah pejabat bank Himbara," tambahnya.

Sebelumnya, Anggota Komisi XI DPR RI Heri Gunawan menilai, rencana KSSK yang menunjuk bank Himbara untuk menjadi bank penyangga likuiditas sebagai langkah untuk menghadapi dampak dari pandemi virus Corona (Covid-19) sama saja melempar tanggung jawab. "Jika bank Himbara melakukan tugas pinjaman likuiditas, maka tugas tersebut bertentangan dengan UU PPKSK dan Perppu Nomor 1 Tahun 2020,” kata Heri dalam pernyataannya minggu lalu.

Asal tahu saja, di dalam Perppu tersebut tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan Negara untuk Penanganan Pandemi Covid-19 dan/atau dalam rangka Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan.

Pihaknya memandang, tidak ada dasar hukumnya bagi KSSK melibatkan bank-bank Himbara dalam masalah ini, karena bank Himbara bukanlah anggota KSSK. Kalau bank Himbara mendapatkan likuiditas yang digelontorkan dari Kemenkeu melalui BI, itu wajar karena Himbara milik negara. Untuk itu, sebaiknya KSSK tidak mengorbankan bank Himbara sebagai penyangga likuiditas bagi perbankan yang kesulitan likuiditas akibat pandemi Covid-19.

“Satu contoh saja, Bank Mandiri yang menjadi salah satu ikon bank milik negara beraset lebih dari Rp 1.300 triliun. Kalau Mandiri jadi penyangga likuiditas bank sistemik yang kesulitan likuiditas, apakah sanggup menilai asetnya? Bagaimana fungsi kontrol dan pengawasan Bank Mandiri kepada perbankan yang kesulitan likuiditas?," sambungnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×