Reporter: Laurensius Marshall Sautlan Sitanggang | Editor: Khomarul Hidayat
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Perlambatan ekonomi akibat pandemi Covid-19, berbanding lurus dengan penyaluran kredit perbankan. Lihat saja, menurut data Bank Indonesia (BI) per Juni 2020 kredit perbankan hanya tumbuh 1% secara year on year (yoy) menjadi Rp 5.552,6 triliun.
Pertumbuhan kredit ini melambat kalau dibandingkan dengan bulan sebelumnya yang tumbuh sekitar 2,4% secara tahunan. Ada beberapa faktor penyebab lambatnya pertumbuhan kredit.
Menurut Chief Economist PT Bank Central Asia Tbk (BCA) David Sumual, perlambatan kreditĀ utamanya disebabkan oleh permintaan kredit yang menurun.
Padahal dari sisi kemampuan bank dalam menyalurkan kredit, sejatinya saat ini masih kuat, bahkan likuiditas di pasar cenderung melonggar. "Dari sisi permintaan kreditnya memang lemah, ini mungkin berkaitan dengan kekhawatiran pelaku usaha juga akan situasi ekonomi ke depan," katanya kepada Kontan.co.id, Minggu (23/8).
Baca Juga: Bunga BI tetap 4%, berikut rekomendasi saham BBRI, BMRI, BBNI, BBCA
Menurutnya, pertumbuhan kredit memang bakal tersendat sampai akhir tahun. Proyeksinya antara lain hanya tumbuh di kisaran 0-3% saja. Namun, David mengatakan belum ada tanda-tanda pertumbuhan kredit secara industri bakal menurun, hal itu tentu sejalan dengan melimpahnya stimulus yang diberikan pemerintah dan regulator untuk menggairahkan kredit.
Kendati demikian, Indonesia sejatinya lebih baik dibandingkan dengan negara tetangga dari sisi kredit. Menurut data yang dirangkum CEIC, permintaan kredit di Indonesia masih lebih unggul dari kebanyakan negara kawasan Asia Tenggara.
Tercatat kredit di Indonesia di bulan Juni 2020 masih naik 3,5% yoy, membaik dari posisi di bulan Mei 2020 yang baru sebesar 2,8%. Peryyumbuhan kredit ini lebih baik dibandingkan Vietnam yang turun 8,6% yoy, kemudian Filipina yang minus 13,3% serta Singapura yang turun 0,5% pada periode Juni 2020.
Namun, dibandingkan dengan Malaysia, Taiwan dan Thailand, pertumbuhan kredit di Indonesia masih kalah. Tiga negara tersebut, menurut CEIC, masih mencatat kenaikan sekitar 7%.
Kepala Ekonom PT Bank Tabungan Negara Tbk (BTN) Winang Budoyo bilang, permasalahan kredit perbankan di Indonesia saat ini ada dari sisi permintaan, bukan suplai.
Artinya, pemerintah dan industri perbankan perlu mendorong daya beli masyarakat agar meningkat. "Kemudian mendorong produksi dan akhirnya produsen barang akan mencari kredit dari perbankan," terangnya.
Dia menambahkan, diperlukan stimulus tambahan untuk mendorong dari sisi permintaan lantaran kondisi perbankanĀ saat ini dinilai masih cukup mampu untuk memenuhi kemampuan kredit.
Tetapi, dalam situasi pandemi Covid-19 tentunya hal tersebut menjadi tantangan tersendiri. Sebab, kondisi perekonomian baik di dalam dan luar negeri memang sedang di bawah tekanan. Dus, Winang memproyeksikan, kredit bisa tumbuh di kisaran 3%-3,5% di pengujung tahun 2020.
Baca Juga: Perbankan sambut positif langkah BI merelaksasi ketentuan uang muka KKB
Beberapa bank besar di Indonesia nampaknya memang tidak terlalu menggebu-gebu untuk menyalurkan kredit. Ambil contoh, PT Bank Mandiri Tbk yang hanya memproyeksi kredit satu digit tahun ini. Direktur Keuangan Bank Mandiri Silvano Rumantir menyebut, prioritas Bank Mandiri saat ini adalah untuk menekan risiko kredit.
Bank Mandiri memilih lebih dulu fokus menyelesaikan proses restrukturisasi kredit untuk debitur yang memerlukan keringanan. "Target pinjaman sampai akhir tahun tetap sehat, tetapi mungkin satu digit," katanya belum lama ini.
Catatan saja, per semester I 2020 bank bersandi bursa BMRI ini mencatat kredit tumbuh 4,38% yoy menjadi Rp 871,7 triliun. Dari capaian tersebut secara bank only, laju penyaluran kredit produktif Bank Mandiri mencapai 4,23% yoy menjadi Rp 585,3 triliun dibandingkan Juni 2019, yang terdiri atas kredit modal kerja sebesar Rp 306,4 triliun dan kredit investasi sebesar Rp 279,0 triliun. Sementara kredit konsumsi tumbuh 3,56% yoy menjadi Rp 169,5 triliun.
PT Bank Rakyat Indonesi Tbk (BRI) hanya mematok pertumbuhan kredit 4%-5% saja di tahun ini. Menurut Direktur Keuangan BRI, Haru Koesmahargyo, proyeksi pertumbuhan kredit itu turun dari proyeksi sebelum pandemi yang mencapai dua digit.
Per Juni 2020 lalu, BRI membukukan realisasi kredit tumbuh sebesar 5,23% yoy menjdi Rp 922,97 triliun.
Sedikit berbeda, Direktur Keuangan PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Timur Tbk (Bank Jatim) Ferdian Timur Satyagraha justru lebih percaya diri di paru kedua tahun ini. Menurutnya, pada akhir tahun ini kredit Bank Jatim bisa tumbuh sekitar 10%.
Proyeksi itu lebih optimis dari target yang ingin tumbuh 8% saja tahun ini. Tentunya, hal itu dipicu dari stimulus pemerintah berupa penempatan dana sebesar Rp 2 triliun ke Bank Jatim. "Kami dapat penempatan dana Rp 2 triliun, targetnya kami salurkan Rp 4 triliun dalam bentuk kredit," tuturnya kepada Kontan.co.id, Jumat (21/8) lalu.
Baca Juga: Bantu kerek ekspor, BNI berikan kredit untuk importir produk Indonesia
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News