kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   21.000   1,38%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Walau NPL stabil, loan at risk perbankan meningkat akibat restrukturisasi


Kamis, 07 Mei 2020 / 20:38 WIB
Walau NPL stabil, loan at risk perbankan meningkat akibat restrukturisasi
ILUSTRASI. Kendati rasio NPL stabil, risiko gagal bayar kredit atau loan at risk bakal meningkat.


Reporter: Laurensius Marshall Sautlan Sitanggang | Editor: Wahyu T.Rahmawati

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Dalam kondisi pandemi, perbankan harus lebih waspada dalam menyalurkan kredit. Wajar, di era krisis kesehatan ini risiko kredit perbankan cenderung meningkat. Meski begitu, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sudah meramu beberapa stimulus untuk meredam tingkat rasio kredit bermasalah perbankan.

Salah satunya dengan memberikan kebijakan restrukturisasi kredit bagi debitur yang terkena dampak Covid-19. Hal ini tertuang dalam POJK Nomor 11 11/POJK.03.2020 tentang stimulus terkait penyebaran Covid-19. Menurut OJK sampai dengan 24 April 2020 restrukturisasi kredit perbankan sudah menembus Rp 207,2 triliun, yang berasal dari debitur UMKM dan Non UMKM.

Rinciannya, total debitur yang mendapat restrukturisasi saat ini sudah mencapai 1,02 juta. Dari jumlah itu, debitur UMKM tercatat sebanyak 819,923 dengan nilai kredit Rp 99,3 triliun dan non UMKM mencapai Rp 107,85 triliun dari 199,411 debitur.

Baca Juga: Kredit jatuh tempo BUMN jadi sorotan, begini kata analis

Ketua Dewan Komisioner OJK dalam Rapat bersama Komisi XI DPR RI, Rabu (6/5) menyebut, sampai saat ini berdasarkan pengawasan regulator, seluruh proses restrukturisasi berjalan dengan lancar dan dinamis. Ini tandanya, secara substansi rasio kredit bermasalah atau non performing loan (NPL) perbankan masih dalam batas terkendali atau stabil.

Namun, menurut analisis JPMorgan yang dirilis 22 Maret 2020 lalu, kendati rasio NPL stabil tetap saja risiko gagal bayar kredit atau loan at risk (LAR) bakalan meningkat di tengah berlangsungnya program restrukturisasi yang digagas pemerintah dan OJK. Menurut analisa terhadap empat bank terbesar di Indonesia yakni Bank BRI, Bank Mandiri, Bank BNI dan Bank BCA, LAR bank di tanah air kemungkinan akan naik sekitar 4,8% di 2020. "Memakai asumsi 60% pencadangan pada LAR, maka akan ada kenaikan biaya kredit atau cost of credit (COC) bank ke level 1,6% sampai 3,05% di 2020," ungkap JPMorgan dalam riset.

Baca Juga: Sri Mulyani segera mengucurkan Rp 150 triliun untuk pemulihan ekonomi nasional

Bila dirinci, dari empat bank terbesar BRI punya LAR terbesar yakni 9,8%. Kemudian disusul Bank Mandiri 9,3%, dan Bank BNI 9,1%. Hanya Bank BCA saja yang posisi LAR terbilang kecil yakni 4%.

Lebih lanjut, Bank BRI diperkirakan akan punya kenaikan LAR paling tinggi di 2020 akhir dengan estimasi sebesar 7,4% di tahun ini. Sedangkan Bank BCA punya risiko kenaikan LAR paling rendah alias hanya sebesar 2,2%. Hal ini disebabkan, mayoritas kredit Bank BRI merupakan kredit perorangan dan mikro, yang tentu punya risiko lebih tinggi dibandingkan segmen korporasi.

Sementara itu, sejumlah bank yang dihubungi Kontan.co.id mengatakan saat ini memang risiko kredit naik walau NPL stabil. PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Timur Tbk (Bank Jatim) misalnya yang menyebut berdasarkan segmen, kredit UMKM lah yang punya risiko paling tinggi. "Semua segmen meningkat risikonya, terbesar UMKM, kemudian korporasi dan terkecil risikonya konsumsi," terang Direktur Keuangan Bank Jatim Ferdian Timur Satyagraha kepada Kontan.co.id, Kamis (7/5).

Baca Juga: KSP Indosurya Cipta menyiapkan proposal perdamaian PKPU

Menurut catatan Bank Jatim, posisi LAR per kuartal I 2020 naik ke level 7,1%. Lebih tinggi dibandingkan target yang dijaga BPD ini di level 4,5% sepanjang tahun 2020. Walhasil, dalam penyaluran kredit pihaknya lebih fokus pada kredit konsumsi, terutama debitur yang berpenghasilan tetap saja. Sambil tetap melakukan langkah-langkah restrukturisasi untuk debitur-debitur berisiko.

Sementara itu, walau tidak merinci Direktur PT Bank Mayapada Andreas Wiryanto mengaku kalau LAR memang naik walau masih terjaga dalam level baik. "Peningkatan risiko terdapat di sektor pertambangan, manufaktur, dan industri jasa dan layanan," ujar Andreas.

Menurut Andreas, LAR seluruh bank yang melakukan program restrukturisasi kemungkinan bakal naik. Sehubungan dengan hal ini, pihaknya telah lebih siaga dengan memantau secara intensif terhadap debitur maupun sektor kredit. "Kami akan menekan rasio kredit bermasalah di bawah 5% dan menjaga pertumbuhan kredit secara prudent dan selektif," ujar Andreas.

Baca Juga: Kadin: Pertumbuhan industri bakal kian merosot di kuartal II-2020

Sebagai tambahan informasi saja, menurut OJK hingga kuartal I 2020 posisi NPL perbankan masih positif. OJK mencatat NPL gross Maret 2020 sedikit membaik ke posisi 2,77% dibandingkan pada Februari 2020 di level 2,79%.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×