Reporter: Dina Mirayanti Hutauruk | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pengguna Twitter Irvan Gani mengaku, dananya di PT Bank Central Asia Tbk (BCA) terkuras hanya karena terjebak dalam komunikasi lewat aplikasi Whatsapp dengan Halo BCA Palsu. Kasus itu, diunggah pada 5 Januari 2021 lalu lewat akunnya.
Awalnya Irvan akan melaporkan kegagalan transaksi yang dialaminya ke BCA. Ia berupaya melaporkan kasus tersebut ke BCA serta mengunggah di media sosial.
Singkat cerita, salah seorang tak dikenal mengaku berasal dari pihak BCA dan menghubunginya melalui aplikasi pesan singkat Whatsapp.
Dalam komunikasi mereka, Irvan diminta mengirimkan foto kartu ATM yang berisi 16 digit nomor dan masa aktif kartu serta nomor rekening BCA. Lantaran panik, ia pun mengikuti arahan itu dan akhirnya tabungannya pun terkuras.
Baca Juga: Tekan Risiko Kejahatan Perbankan di Era Tengah Digitalisasi, Berikut Strategi BRI
Beberapa bulan berselang, tepatnya di Juli, seorang nasabah Jenius PT Bank BTPN Tbk bernama Wirawan A Candra lewat lama Facebook mengaku kehilangan uang sekitar Rp 241,85 juta. Dana itu berasal dari tabungan aktif sebesar Rp 21,85 juta dan deposito Rp 220 juta.
Ia menerima telepon melalui nomor WhatsApp yang mengaku sebagai call center Jenius Bank BTPN pada Sabtu (10/7) lalu. Sesorang tersebut mengatakan bahwa ada penyesuaian tarif feesible dan mengarahkan Wirawan untuk mengisi formulir pada situs palsu jeniusbtpn.com.
Cerita di atas merupakan contoh kasus kejahatan perbankan yang terjadi di tahun ini. Percepatan transformasi digital perbankan di tengah perubahan pola perilaku masyarakat rupanya tak hanya membawa dampak positif bagi nasabah. Risiko yang mengancam juga meningkat.
Wimboh Santoso Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyebutkan, risiko yang membuntuti muncul dari serangan siber dan risiko karena ketidakpahaman masyarakat terkait data pribadi saat menggunakan produk dan layanan berbasis digital. "Percepatan literasi keuangan menjadi sangat penting untuk mengantisipasi ini," kata Wimboh
Sementara di saat yang sama kasus pembobolan dana nasabah yang bersumber dari fraud internal bank juga masih belum berhenti. Contohnya, kasus dugaan pembobolan dana deposito nasabah PT Bank Mega Tbk (MEGA) di Denpasar Bali yang melibatkan pegawai bank. Lalu, kasus nasabah BNI di Makassar yang masih bergulir.
Andi Nirwanto, Direktur Teknologi Informasi PT Bank Tabungan Negara Tbk (BTN) mengatakan, tindak kejahatan perbankan secara digital bentuknya macam-macam, ada penipuan kepada nasabah (phising,spam), fraud penyalahgunaan transaksi yang sah, dan attack lewat pembocoran data nasabah atau serangan ke system bank.
BTN fokus melakukan perlindungan keamanan ciber lewat tiga pilar yakni pilar people, proses, dan teknologi. Menurut Direktur Teknologi Informasi dan Operasi BNI, YB Hariantono mengatakan, risiko kejahatan perbankan yang paling susah dicegah adalah yang muncul dari sisi nasabah karena mengalami penipuan social engineering. "Karena ini berada di luar kontrol bank," katanya pada Kontan.co.id, Kamis (23/12).
Timothy Utama, Direktur Information Technology PT Bank Mandiri Tbk mengatakan, tren modus kejahatan finansial berbasis teknologi semakin meningkat di mana fraudster yang melakukannya tersebar di seluruh dunia dengan memanfaatkan celah keamanan yang ada. Menurutnya, inilah resiko yang paling susah dicegah perbankan.
Baca Juga: Kasus Bilyet Deposito Fiktif, Bank BNI (BBNI) Menang di Pengadilan Negeri Makassar
"Ini jadi fokus pada industri perbankan untuk dapat saling berbagi informasi atas percobaan kejahatan yang terjadi agar jadi pelajaran atas modus baru itu. Sehingga bisa dicegah lebih awal sebelum menyebar ke bank lainnya." pungkasnya.
Untuk pencegahan kejahatan financial, Bank Mandiri menerapkan pertahanan lewat empat pilar yakni people, operation, technology, dan deteksi Fraud. BRI bank yang memiliki basis nasabah luas yang tersebar hingga pelosok juga melakukan hal serupa.
Direktur Digital dan Teknologi Informasi PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BRI) Indra Utoyo mengatakan, BRI telah membentuk organisasi khusus untuk menangani Information Security yang dikepalai oleh seorang Chief Information Security Officer (CISO) yang memiliki pengalaman dan keahlian di bidang Cyber Security.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News