kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45898,78   -24,72   -2.68%
  • EMAS1.319.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

LPS tunggu pemerintah terkait premi diferensial


Minggu, 24 September 2017 / 14:03 WIB
LPS tunggu pemerintah terkait premi diferensial


Reporter: Laurensius Marshall Sautlan Sitanggang | Editor: Wahyu T.Rahmawati

KONTAN.CO.ID - Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) mengatakan sudah menyelesaikan draf aturan mengenai sistem premi diferensial (SPD) dan telah diberikan kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Ketua Dewan Komisioner LPS Halim Alamsyah menyebut, hal ini memang sudah diperbincangkan sejak lama dan masih belum menemukan titik temu.

"Masih menunggu dari pemerintah untuk RPP (rancangan peraturan pemerintah), belum selesai karena harus menunggu akseptasi juga dari DPR," ujarnya saat ditemui di Jakarta, Rabu (20/9) pekan lalu.

Lebih lanjut, Halim menyebut pihaknya belum mendapat gambaran mengenai kapan akan diterapkannya aturan tersebut. Asal tahu saja, rencana ini sudah dibicarakan oleh LPS sejak tahun 2013 silam. Kala itu, LPS menyatakan siap untuk menerapkan SPD secara penuh pada tahun 2015.

Menurut Halim, jika ini diterapkan hal tersebut tentu akan lebih adil bagi masing-masing bank. Karena nantinya bank akan dibebankan premi LPS sesuai dengan tingkat kesehatan dan profil risiko masing-masing bank. "Keputusannya bisa nanti dibedakan berdasarkan tingkat risiko bank, atau bisa juga flat seperti premi simpanan umumnya," kata Halim.

Secara singkat, saat ini LPS masih memasang premi flat rate sebesar 0,1% dari rata-rata saldo bulanan total simpanan atau dana pihak ketiga (DPK) dalam setiap periode.

Jika melihat draf skema SPD, LPS akan membagi perbankan menjadi lima kelompok berdasarkan profil risiko masing-masing bank dengan kisaran premi 0,15%-0,35%. Kelima kelompok bank tersebut akan dihitung berdasarkan rasio-rasio keuangan pokok bank dan tingkat kesehatan bank, termasuk kepatuhannya dalam melaksanakan suku bunga penjaminan atau LPS rate.

Menanggapi hal tersebut, sejumlah bankir menilai premi diferensial akan lebih mencerimkan prinsip keadilan. PT Bank Tabungan Negara Tbk (BTN) menyebut akan sangat adil jika bank hanya perlu membayar premi LPS sesuai dengan tingkat risikonya.

"Tagihan bank yang lebih sehat akan lebih rendah dibandingkan bank yang berisiko. Imbasnya, bank juga akan lebih termotivasi untuk meningkatkan kualitas manajemen aset dan liabilitas," ungkap Managing Director Strategy, Risk & Compliance BTN Mahelan Prabantariksa kepada KONTAN, Minggu (24/9).

Khusus untuk BTN, jika nantinya hal ini diterapkan seharusnya ada kebijakan khusus bagi bank-bank yang ikut andil dalam program pemerintah. Hal ini bisa berupa rate khusus untuk pembayaran premi atau pembobotan yang berbeda dalam formulasi penghitungan risiko tiap-tiap bank. "Dalam praktiknya (BTN), sumber pendanaan untuk KPR bersubsidi mengalami lag time pembayaran dari pemerintah, sehingga BTN perlu menggali sumber pendanaan lain, antara lain memobilisasi simpanan masyarakat," tambahnya.

Senada dengan Mahelan, Direktur Utama PT Bank Mandiri Taspen Pos (Mantap) Josephus K. Triprakoso meyakini jika skema ini diterapkan akan lebih dapat membuat bank lebih disiplin dan efisien dalam menjaga rasio keuangan. "Akan lebih adil jika diterapkan dan tentunya bagi bank yang profil risikonya baik, akan mendapat semacam insentif," kata Josephus.

Sementara itu, Direktur Utama PT Bank Mayapada Internasional Tbk Haryono Tjahjarijadi menilai, LPS harus lebih terperinci menentukan formula dan defisini tingkat risiko. Pembedaan premi tersebut memang dapat mendorong tumbuhnya disiplin pasar dan transaparansi pengelolaan.

Namun, di sisi lain, hal ini juga dapat berujung pada terganggunya stabilitas sistem perbankan karena disalahgunakan baik oleh pihak bank maupun nasabah. "Jangan sampai pelaksanaannya bisa menimbulkan kekacauan karena nasabah akan tarik uangnya dari bank yang dikategorikan berisiko tinggi, ini akan berbahaya untuk industri perbankan di Indonesia," tegasnya.

Sebagai tambahan informasi saja, LPS mencatat sampai Juli 2017 pendapatan dari premi sebesar Rp 10,39 triliun. Angka ini naik dari pendapatan premi pada akhir 2016 sebesar Rp 9,45 triliun. Jumlah tersebut diperoleh dari 115 bank umum dan 1.783 BPR.

Pendapatan premi penjaminan ini merupakan salah satu dari total tiga pendapatan LPS. Selain dari premi penjaminan, LPS juga mendapatkan pendapatan dari hasil investasi dan pendapatan lainnya. Untuk pendapatan hasil investasi sebesar Rp 3,2 triliun sedangkan dari pendapatan lain sebesar Rp 104 miliar. Sehingga total pendapatan operasional LPS sampai Juli 2017 mencapai Rp 13,7 triliun.

Seiring dengan pendapatan ini, LPS juga mencatat total beban operasi sebesar Rp 883 miliar. Sisa dari pendapatan dan beban operasi ini setelah dikurangi pajak sebesar 80% dimasukkan di dalam cadangan penjaminan.

Sehingga selama awal sampai Juli 2017 cadangan penjaminan LPS mencapai Rp 9,8 triliun. Atau jika diakumulasikan dari awal LPS berdiri total cadangan penjaminan yang sudah terkumpul sebesar Rp 64,69 triliun. Angka ini sebesar 1,3% dari total simpanan bank umum. Sebagai gambaran saja, UU No 24 2014 mengamanatkan dana cadangan penjaminan sebesar 2,5% dari total simpanan perbankan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP)

[X]
×