kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45898,78   -24,72   -2.68%
  • EMAS1.326.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Bisnis multifinance bakal muram


Rabu, 28 Desember 2011 / 11:55 WIB
Bisnis multifinance bakal muram
ILUSTRASI. Yamaha MT-09


Reporter: Adisti Dini Indreswari |

JAKARTA. Sepanjang tahun ini, bisnis multifinance berlari kencang. Hingga kuartal III-2011, rata-rata industri multifinance tumbuh sekitar 20%. Namun, di tengah pesatnya pertumbuhan itu ternyata tersimpan banyak sejumlah tantangan masih menghadang.

Salah satunya adalah rencana Bank Indonesia (BI) menaikkan batas minimal uang muka atau panjar kredit kendaraan bermotor dan perumahan bagi perbankan. BI menghitung, uang muka yang aman untuk kredit minimal 30%. Bila bank menaikkan DP kredit kendaraan bermotor, perusahaan multifinance mau tidak mau akan melakukan hal serupa.

Sekadar mengingatkan, belum lama ini Gubernur BI, Darmin Nasution mengatakan, rasio pembiayaan terhadap nilai pembiayaan alias loan to value ratio (LTV) yang ideal adalah pembiayaan maksimal sebesar 70%, dan down payment minimal 30%.

Bank sentral sendiri sudah merangkul Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK) sebagai regulator industri pembiayaan agar menyeragamkan LTV. Tujuan akhirnya, masyarakat yang tidak mendapat kredit bank tidak lari ke perusahaan pembiayaan. "Pertumbuhan industri pembiayaan sudah terlalu cepat, makanya harus direm," ujar Kepala Biro Pembiayaan dan Penjaminan Bapepam-LK M. Ihsanudin, belum lama ini.

Menurut Ihsan, cara mengerem paling gampang adalah dengan memperketat regulasi. Hal itu bisa dilakukan dengan menetapkan batasan uang muka dan membatasi izin perluasan jaringan cabang.

Rencana regulator tersebut langsung mendapat tentangan dari pelaku industri pembiayaan. Ketua Umum Asosiasi Perusahaan Pembiayaan Indonesia (APPI), Wiwie Kurnia mengaku, keberatan jika uang muka kredit dibatasi. Dia juga belum melihat adanya ancaman bubble di sektor otomotif maupun properti. "Bubble itu dilihat dari mana? Kalau tumbuh, semua juga tumbuh kok," tandasnya.

Wiwie khawatir, jika uang muka dibatasi minimal 30%, industri pembiayaan akan kehilangan pasar. Dia menghitung, penurunan pembiayaan bisa sampai 60%. "Dampaknya juga bisa sampai ke industri terkait, seperti otomotif," imbuhnya. Sekadar informasi tambahan, saat ini multifinance mematok uang muka kredit mobil antara 10%-20%, sementara sepeda motor sekitar 10%.

Selain kebijakan menaikkan uang muka, masih ada beberapa faktor lain yang bisa mempengaruhi pertumbuhan industri pembiayaan tahun depan. Krisis global merupakan salah satu faktor yang diprediksi akan pertumbuhan industri multifinance di 2012.

Target tumbuh 20%

Itu sebabnya, Wiwie mematok target pertumbuhan industri pembiayaan tahun depan lebih konservatif, hanya 20%. Padahal hingga Oktober tahun ini saja, pertumbuhan aset sudah mencapai 23%, menjadi Rp 279,11 triliun, dari target sebesar Rp 300 triliun.

Melihat besarnya ancaman krisis global, Wiwie berharap, regulator mengurungkan rencana menaikkan DP kredit kendaraan dan properti. Wiwie juga tidak setuju, jika perusahaan pembiayaan disamakan dengan bank. Sebab kedua lembaga keuangan ini pada dasarnya membidik segmen pasar yang berbeda. Perusahaan pembiayaan diyakini bisa menjangkau segmen yang tidak tersentuh layanan perbankan.

Jika yang dikhawatirkan regulator adalah kualitas kredit, Wiwie menawarkan solusi pengontrolan rasio kredit macet atau non performing loan (NPL), yang menurut dia lebih efektif ketimbang membatasi uang muka. Hingga saat ini belum ada regulasi yang mengatur standar NPL di industri pembiayaan. APPI sendiri menargetkan NPL paling banter 3%. "Tahun depan, NPL diharapkan menurun menjadi 1,2%, dengan asumsi kondisi ekonomi membaik," tegas Wiwie.

Wiwie mengklaim, tingkat NPL industri pembiayaan secara keseluruhan saat ini masih berada di kisaran 1,3%. Angka tersebut lebih rendah dibandingkan tahun lalu yang sebesar 1,6%. Otomotif sebagai komponen pembiayaan paling besar diperkirakan menyumbang NPL paling besar pula.

Kendati tantangan yang dihadapi tahun depan cukup berat, Wiwie masih melihat sejumlah peluang bagi industri pembiayaan terus tumbuh. Ia menilai, Indonesia mampu bertahan di tengah badai krisis Amerika dan Eropa, dengan perkiraan pertumbuhan ekonomi 6,3% dan inflasi 5,7%. Di antara emerging market, pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) Indonesia hanya di bawah China dan India. Selain itu, secara demografi, Indonesia juga gemuk di struktur usia produktif.

Pembiayaan alat berat

Hingga saat ini, industri pembiayaan masih identik dengan otomotif. Namun, jika Bank Indonesia (BI) jadi merealisasikan rencana menaikkan batas minimal uang muka atau down payment (DP) kredit kendaraan bermotor minimal 30%, kemungkinan industri pembiayaan bakal rame-rame merambah sektor lain. Nah, salah satu sektor banyak dilirik multifinance adalah pembiayaan alat berat.

Berdasarkan catatan KONTAN, di tahun depan setidaknya ada enam pemain baru yang akan meramaikan bisnis pembiayaan alat kelas berat. Tiga di antaranya berdiri sendiri, yakni Century Tokyo Leasing Indonesia, JA Mitsui Leasing Indonesia, dan IJB Verena Finance.

Sedangkan tiga lain berinduk pada bank, yaitu BCA Finance, BII Finance, dan Mandiri Tunas Finance (MTF). Mereka memanfaatkan captive market nasabah bank yang sebagian besar bisnis mereka bergerak di sektor tambang dan perkebunan. Kehadiran para pemain baru ini bakal menyebabkan persaingan bisnis pembiayaan alat berat bertambah ketat.

Ketua Umum Asosiasi Perusahaan Pembiayaan Indonesia (APPI) Wiwie Kurnia menyatakan, pembiayaan alat berat banyak dilirik karena tren harga komoditas masih terus naik. Sektor yang paling banyak menyerap alat berat adalah pertambangan, diikuti perkebunan, konstruksi, dan kehutanan. Namun demikian, Wiwie memprediksi, industri pembiayaan di tahun depan masih akan didominasi sektor otomotif. Maklum, hingga saat ini pasarnya masih yang terbesar.

APPI melansir, per Oktober 2011, pembiayaan konsumen menelan porsi 68,39% dari seluruh pembiayaan yang disalurkan. Selanjutnya berturut-turut sewa guna usaha 30,29%, anjak piutang 1,31%, dan kartu kredit 0,01%. Di pembiayaan konsumen sendiri, hingga 95% pembiayaan mengalir untuk otomotif, sementara porsi elektronik dan pembiayaan rumah masih minim. n

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×