kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45898,78   -24,72   -2.68%
  • EMAS1.319.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Ini strategi Akseleran hadapi serbuan fintech China


Minggu, 29 Juli 2018 / 15:17 WIB
Ini strategi Akseleran hadapi serbuan fintech China
ILUSTRASI. Fintech Akseleran


Reporter: Ferrika Sari | Editor: Herlina Kartika Dewi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Perusahaan Akseleran Keuangan Inklusi Indonesia atau Akseleran tidak bisa hanya diam mengetahui financial technology (fintech) asal China masuk ke pasar Indonesia. Asal tahu saja, fintech China masuk secara ilegal dan tidak mengajukan izin kepada Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

Co-Founder & CEO Akseleran Ivan Nikolas Tambunan mengapresiasi tindakan OJK yang langsung menyetop kegiatan bisnis fintech ilegal tersebut. Namun, ia juga mendukung fintech asing bisa beroperasi di Indonesial, asalkan mengajukan izin ke OJK.

“Kami mengapresiasi tindakan OJK terhadap fintech ilegal yang tidak terdaftar. Tapi ketika mereka sudah memenuhi syarat pendaftaran dan izin dari OJK, saya rasa itu sebagai sesuatu yang adil bagi fintech China ini bisa beroperasi di Indonesia,” kata Ivan kepada Kontan.co.id, Minggu (29/7).

Akseleran siap menghadapi persaingan bisnis pinjam meminjam online dari pihak luar. Srateginya melalui diferensiasi pasar atau pembedaan produk atau jasa untuk menarik pasar tertentu. 

Dalam hal ini, Akseran fokus membidik sektor Usaha Kecil dan Menengah (UKM) di kelas premium.

“Strategi kami untuk bersaing dengan fintech dari China adalah dengan diferensiasi, karena kami punya target pasar yang berbeda. Debitur kami berasal dari UKM kelas menengah atas yang nilai pinjamannya lebih dari Rp 500 juta,” jelasnya.

Sedangkan fintech asal china, lebih fokus pada model bisnis pinjaman payday loan yaitu memberikan dana talangan ke konsumen dengan nominal Rp 2 juta-Rp 5 juta.

Selain itu, fintech asal China hanya mengandalkan analisa data dari mesin untuk mengetahui kemampuan dan kemauan debitur untuk membayar pinjaman. Sementara Akseleran, tidak hanya mengandalkan sistem analisa data tetapi juga sistem data besar (big data) untuk mengetahui laporan atau transaksi pembiayaan peminjam (cash flow).

Kemudian, dalam skema cash flow ini sulit dilakukan oleh fintech asal China. Alasannya, proses analisa ini membutuhkan sumber daya manusia (SDM) yang berpengalaman di bidang perbankan dan keuangan di Indonesia.

“Mereka tidak punya orang lokal yang menjalankan bisnis di sini dan pengoperasian bisnis fintech China mengandalkan analisa data dari mesin. Untuk itu, mereka perlu punya tim yang berpengalaman di bidang perbankan dan finance, tapi itu bukan hal yang mudah,” ungkapnya.

Maka, jika perusahaan asing ini ingin beroperasi di Indonesia, harus mulai dari awal. Ivan menyarankan mereka mengubah model bisnis yang sesuai kebutuhan masyarakat di Indonesia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×