Reporter: Adrianus Octaviano | Editor: Anna Suci Perwitasari
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Berbicara saham perbankan, mata investor bisa dipastikan selalu tertuju pada bank-bank berkapitalisasi besar. Jauh dari pandangan, saham-saham bank yang memiliki kapitalisasi kecil justru terpantau mengalami tren kenaikan dalam beberapa waktu terakhir.
Sebut saja, saham PT Bank National Nobu Tbk (NOBU) yang dalam dua hari terakhir perdagangan bursa mengalami penguatan signifikan dengan harga Rp 725 per saham. Pada perdagangan Kamis (10/10), NOBU tercatat naik 8% dari harga perdagangan hari sebelumnya. Dilanjutkan pada penutupan perdagangan Jumat (11/10), sahamnya naik 7,41%.
Kenaikan harga yang signifikan tersebut membuat catatan kenaikan harga NOBU sepanjang sepekan dan sebulan terakhir, tumbuh 18,85%. Di mana, NOBU sejatinya juga sudah memiliki tren kenaikan sejak tiga bulan terakhir yang naik 13,28%.
Berbicara tentang NOBU memang tak terlepas dari rencananya untuk melakukan penggabungan dengan PT Bank MNC Internasional Tbk (BABP). Rencana penggabungan tersebut sejatinya sudah terkuak di publik sejak awal 2023 lalu.
Terbaru, Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae pun melihat belum ada potensi pembatalan terkait rencana merger kedua bank milik konglomerasi besar tersebut. Hanya saja, OJK tidak memberikan batas waktu bagi MNC Bank dan NOBU Bank untuk melakukan merger secara sukarela.
Baca Juga: Penghimpunan Dana Pasar Modal Sedang Lesu, Begini Prospeknya di Akhir Tahun 2024
Dian juga bilang secara individual, kondisi dan kinerja kedua bank tersebut masih relatif baik dengan permodalan yang sudah di atas ketentuan minimum yaitu diatas Rp 3 triliun. Ia pun mendukung proses konsolidasi agar bank semakin kuat dan sehat secara berkelanjutan.
“OJK tidak ingin menggunakan paksaan karena perlu diyakini bahwa untuk menyatukan dua bank yang tergolong sehat serta memiliki karakteristik bisnis yang berbeda, perlu dilakukan secara berhati-hati guna nantinya dapat menghasilkan sinergi yang berkelanjutan,” ujar Dian.
Selain itu, ada juga PT Bank Pembangunan Daerah Banten Tbk (BEKS) yang secara mengejutkan dalam sepekan terakhir juga berada di area hijau dan menyentuh Rp 33 per saham pada Jumat (11/10). Padahal, harga BEKS selama ini hanya bertahan di area Rp 20 hingga Rp 25 per saham.
Dengan demikian, dalam sepekan terakhir, bank yang dimiliki oleh Pemprov Banten ini mencatat kenaikan harga saham hingga 50%. Meskipun, kenaikan harga tersebut belum mampu mengeluarkan BEKS dari daftar pengawasan khusus.
Direktur Bisnis Bank Banten Rodi Judo berpandangan bahwa kenaikan saham yang terjadi pada BEKS dipengaruhi oleh perkembangan terbaru rencana bank untuk bergabung dalam Kelompok Usaha Bank (KUB) milik PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Timur Tbk (BJTM).
Seperti diketahui, Bank Jatim telah memutuskan akan memasukkan Bank Banten sebagai anggota KUB melalui persetujuan darI Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) pada awal bulan ini. Di mana, Bank Jatim bakal menyuntik modal senilai Rp 10 miliar.
“Tahapan KUB saat ini masuk dalam pembahasan Shareholder Agreement. Target awal Desember 2024 sudah efektif” ujar Rodi, Jumat (11/10).
Rodi pun bilang dengan KUB, nantinya Bank Banten akan melakukan sinergi bisnis dengan Bank Jatim di berbagai sektor dan produk. Harapannya, itu juga bisa mendorong perbaikan dalam Bank Banten sendiri sesuai peta jalan yang telah disusun.
“Contoh sinergi misalnya pemanfaatan Bank Jatim yang sudah merupakan Bank Devisa sehingga kami tidak perlu menjadi bank devisa, dan bisa melakukan bisnis remitensi untuk TKI,” tambah Rodi.
Selain itu, ada juga PT Bank JTrust Indonesia Tbk (BCIC) yang juga memiliki tren kenaikan harga saham. Tak tanggung-tanggung, BCIC sudah naik 81,37% selama sebulan terakhir dan kini di harga Rp 185 per saham.
Hanya saja, tren pertumbuhan tersebut rasa-rasanya bakal segera berakhir dengan adanya aksi profit taking. Hal tersebut tercermin dari perdagangan akhir pekan lalu yang menurun 5,13% dari hari perdagangan sebelumnya yang juga stagnan.
Dengan adanya kenaikan harga saham bank yang selama ini jarang dilirik, Senior Market Chartist Mirae Asset Sekuritas Nafan Aji Gusta mengingatkan agar berhati-hati dengan saham tersebut. Bukan tanpa alasan, ia berpendapat saham-saham tersebut tidak likuid.
Di sisi lain, ia juga melihat tren kenaikan harga saham yang terjadi itu pun tidak sejalan dengan fundamental yang dimiliki. Oleh karenanya, Nafan pun menilai ada risiko yang tinggi jika ingin masuk ke saham-saham tersebut.
“Biasanya kenaikan saham-saham yang tidak likuid ini kan terjadinya random ya, jadi kalau sudah overbought ya siap-siap ada aksi profit taking,” ujar Nafan.
Baca Juga: Ini Alasan OJK Cabut Izin Usaha 15 BPR di Sepanjang Tahun 2024
Sependapat, Associate Director of Research and Investment Pilarmas Investindo Sekuritas, Maximilianus Nico Demus menjelaskan bahwa kalau berbicara terkait saham-saham bank kecil, volatilitasnya jauh lebih tinggi daripada saham-saham perbankan yang memang memiliki kapitalisasi pasar besar.
Ia mengingatkan, jika memang investor ingin masuk ke saham-saham bank kecil, perlu benar-benar melihat apakah ada potensi besar secara jangka panjang. Ia mengambil contoh seperti bank-bank digital yang mungkin saat ini kecil tapi masih memiliki potensi tumbuh dan berkembang bersama ekosistem yang ada.
“Kalau sejauh ini memang pergerakan harga saham-saham (bank) cenderung mengalami kenaikan akibat adanya pemangkasan tingkat suku bunga,” tandasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News