Reporter: Anggar Septiadi | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Penempatan dana pemerintah melalui skema bank mitra kepada empat bank pelat merah sesuai PMK 70/2020 dinilai berisiko tinggi. Maklum, ada target yang dicanangkan dari penempatan dana untuk kembali disalurkan sebagai kredit ke publik dengan nilai tinggi dan waktu yang pendek.
Pada konferensi pers, Rabu (24/6) Direktur PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) Sunarso mengatakan, Himbara mesti menyalurkan kredit senilai tiga kali lipat dari nilai penempatan dana. Artinya, dari penempatan dana senilai Rp 30 triliun, empat bank pelat merah mesti menyalurkan kredit hingga Rp 90 triliun.
“Fasilitas ini untuk memperkuat likuiditas Himbara, ini keistimewaan buat kami. Namun kami juga menghadapi konsekuensi dimana dana yang kita terima mesti leverage minimal tiga kali dalam bentuk ekspansi kredit selama tiga bulan,” ungkap Sunarso.
Baca Juga: Skema anyar, tujuan penempatan dana pemerintah di bank mitra beda dengan bank jangkar
Namun, adanya target penyaluran kredit dari penempatan dana tersebut, terutama di masa pandemi kini dinilai Ekonm Indef Bhima Yudhistira memiliki risiko yang tinggi.
Menurut Bhima, skema bank mitra makin menunjukkan adanya potensi pengetatan likuiditas perbankan pada paruh kedua tahun ini. Di sisi lain jika penyaluran kredit kemudian bermasalah, dampaknya defisit APBN tahun depan bisa makin lebar.
“Ada risiko moral hazard, dana bisa saja disalurkan ke satu konglomerasi yang memiliki kualitas kredit buruk. Dan ketika kredit bermasalah, dana yang dibutuhkan untuk belanja negara justru sulit cair. Negara sebenarnya juga butuh dana dan perlu menjaga likuiditasnya sendiri,” ujarnya kepada Kontan.co.id.
Meski demikian, sejumlah bankir pelat merah yang dihubungi Kontan.co.id mengaku akan tetap menyalurkan kredit sesuai dengan aspek kehati-hatian. Mereka juga optimistis bisa memenuhi target yang diberikan pemerintah.