Reporter: Maizal Walfajri | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Penurunan bisnis asuransi umum karena pandemi masih berlanjut mendekati akhir tahun. Melihat hal ini, Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) menyatakan terdapat strategi agar bisa tetap bertahan ke depannya.
Ketua Umum AAUI Hastanto Sri Margi Widodo menyatakan agar para anggota tidak hanya mengejar pendapatan premi atau top line. Lantaran berdasarkan kalkulasi asosiasi, penurunan bisnis bisa meningkatkan kesehatan perusahaan.
“Jangan hanya kejar top line, bahkan stress test kami menunjukkan kalau tidak ada masalah solvabilitas, menurunkan premi secara efektif meningkatkan solvabilitas,” ujar Widodo, Kamis (17/12).
Dia memberikan simulasi dengan risk based capital (RBC) di level 146,30%, bila ada kenaikan gross claim 15% maka RBC jadi 126,50%. Sedangkan bila pelaku asuransi umum mengerem bisnis, dengan penurunan premi sebesar 25%, maka RBC dari 146,30% meningkat menjadi 154,50%.
Baca Juga: Otoritas Jasa Keuangan (OJK) optimistis bisnis asuransi di 2021 akan lebih baik
Tapi, Widodo tidak merinci proyeksi pendapatan premi asuransi umum di 2021. Dia melihat, masih ada tantangan yang harus dihadapi industri asuransi umum, terutama pada lini bisnis asuransi kredit.
Hal ini tidak terlepas dari dampak pandemi telah memperbesar risiko bagi para debitur kredit di perbankan maupun pada perusahaan pembiayaan. Dia menyebut bila OJK tidak memberikan relaksasi kredit, maka hal ini akan membebani klaim asuransi kredit.
Asuransi kredit telah menjadi kontributor premi terbesar ketiga setelah asuransi motor dan properti. Sementara dari sisi klaim, asuransi kredit menyumbang klaim paling besar yakni 23,2% total klaim atau setara Rp 5,98 triliun di triwulan tiga 2020.
Baca Juga: Sudah Ada Asosiasi, Jumlah Pelaku Industri Urun Dana Bisa Bertambah
Potensi klaim asuransi kredit semakin meningkat seiring dengan keluarnya kebijakan restrukturisasi kredit perbankan dan multifinance. Restrukturisasi tersebut bukan hanya menunda klaim tapi juga berpotensi meningkatkan klaim di masa mendatang setelah proses restrukturisasi selesai.
Antisipasi hal itu, dia berharap kemampuan debitur untuk membayar kredit bisa pulih. Hal ini dibarengi pendanaan yang cukup bagi perusahaan asuransi untuk bayar klaim kepada nasabah.
Sebelumnya, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) meminta perusahaan asuransi berhati-hati dalam mengelola risiko asuransi kredit. Mengingat, hingga September 2020, premi asuransi kredit naik 29,1% secara tahunan (yoy) diikuti klaim 50,9% yoy.
Baca Juga: Tiga jurus Kementerian BUMN pulihkan investasi di Asabri
"Pemahaman mengenai struktur dan kapasitas kredit perbankan yang di-cover asuransi harus dipahami perusahaan asuransi. Ada berbagai macam produk dari asuransi kredit, asuransi jiwa kredit dan asuransi terkait jaminan kredit. Tentu mitigasi risiko kredit perbankan jangan hanya dipindah ke asuransi tapi dikelola," kata Kepala Eksekutif Pengawas Industri Keuangan Non-Bank OJK Riswinandi.
Dengan demikian, kenaikan risiko kredit di tengah kondisi sulit saat ini perlu disesuaikan dengan tingkat premi yang dibebankan mitra bisnis ke perusahaan asuransi. Prinsip kehati-hatian dalam pengelolaan risiko kredit juga terefleksi dalam proses penyeleksian risiko dan pembentukan cadangan teknis.
Baca Juga: Premi dari penjualan langsung dan pialang penyumbang terbesar premi asuransi umum
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News