kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   21.000   1,38%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Duh, relaksasi kredit bisa bikin bank rugi kalau tidak tepat sasaran


Senin, 30 Maret 2020 / 13:51 WIB
Duh, relaksasi kredit bisa bikin bank rugi kalau tidak tepat sasaran
ILUSTRASI. Agus Martowardojo. Mantan Gubernur BI Agus Marto wardodjo menyebut relaksasi kredit bisa merugikan bank bila tak tepat sasaran.


Reporter: Laurensius Marshall Sautlan Sitanggang | Editor: Tendi Mahadi

Dia menyampaikan, dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) No 11/POJK.03/2020 sudah jelas disebutkan bahwa restrukturisasi kredit ada mekanismenya, yaitu harus mengajukan untuk restrukturisasi dan tidak bisa otomatis begitu saja seperti isu yang beredar saat ini. 

"Dan dicatat, ini tidak berlaku buat semua. Karena apa, kalau yang berpenghasilan tetap, itukan tdk ad masalah kecuali dia di PHK. Pastikan dia yang di PHK akan mengalami penurunan pendapatan. Nah, itu mungkin restrukturisasi bisa diajukan. Jadi yang perlu menunda itu orang-orang yang benar terkena dampak ekonomi yang nanti akan dilihat kembali oleh perbankan apakah layak atau tidak," tambahnya.

Baca Juga: Gelar buyback, BTN borong saham BBTN melalui pasar sekunder

Relaksasi kredit tersebut hanya diperuntukkan untuk pelaku usaha yang berdampak langsung terhadap daya beli yang menurun akibat penyebaran virus corona. Namun demikian, Aviliani tetap khawatir terhadap kesehatan perbankan itu sendiri. 

Kekhawatirannya tersebut sejalan dengan relaksasi kredit yang diberikan yakni dengan pinjaman di bawah Rp 10 miliar. Sedangkan sektor-sektor yang terpengaruh dampak Covid-19 sebagian besar pinjaman mereka di bawah Rp 10 miliar. 

"Sebagian besar pinjaman mereka itu di bawah Rp 10 miliar, nah itu pasti akan terjadi masalah missmatch atau cashflow buat banknya sendiri. Nah bagi masyarakat sendiri tetap ada problem, karena dengan penundaan cicilan bunga juga tetap, jadi itu dihitung bunga setahun lagi ke depan. Dan justru beban dia akan naik," ujarnya.

Lebih lanjut dirinya mengungkapkan, jika relaksasi kredit atau penundaan cicilan diberlakukan kepada semua debitur, maka dampak ke perbankannya akan besar sekali terutama pada rasio kredit bermasalah (NPL). 

Baca Juga: Pemerintah tarik pinjaman luar negeri US$ 1,15 miliar pada Februari 2020

Ia memperkirakan, NPL bank akan melonjak tinggi dari posisi sekarang ini yang berada pada kisaran 2,79% (gross) dan NPL net sebesar 1,00% per Februari 2020. Dengan kondisi demikian, tentu yang harus diperhatikan oleh regulator adalah dari sisi kesehatan perbankan itu sendiri.

"Di negara lain itu justru sektor keuangan yang paling dijaga jangan sampe jatuh karena kalo sektor keuangan itu jatuh dampaknya bisa kemana-manakan. Ini NPL saja sudah segini. Apalagi kalo diterapin kepada semua (debitur) itukan bisa tinggi NPL nya. Jadi pasti itu NPL nya akan naik luar biasa. Terus yang harus OJK pikirkan itu adalah indikator kesehatan bank sama GCG kan. Karena pasti indikatornya akan turun semua," paparnya.



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×