Reporter: Laurensius Marshall Sautlan Sitanggang | Editor: Tendi Mahadi
Mantan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia (BI) yang juga sebagai Ekonom Senior Mirza Adityaswara pun berpendapat serupa, bahwa bila aturan itu diimplementasikan kepada seluruh debitur, maka akan merugikan dua sektor industri keuangan yakni perbankan dan perusahaan pembiayaan (multifinance).
Bahkan, kata dia, jika dua sektor ini "bangkrut" maka perekonomian nasional pun akan terganggu. "Perbankan harus tetap membayar bunga kepada penabung (deposan) tapi bank tidak menerima pendapatan dari debitur. Yang akan terjadi kerugian besar," ujar Mirza.
Baca Juga: Mirae: Kredit Bank Mandiri yang berpotensi memburuk akibat corona capai Rp 27 triliun
Mirza menilai, perbankan akan menanggung beban yang besar jika seluruh debitur menangguhkan cicilan utangnya selama satu tahun. Terlebih sekitar 30% kredit perbankan merupakan kredit konsumsi layaknya KPR dan KPM.
Sementara sekitar 15% hingga 20% diantaranya ialah kredit UMKM. Dirinya bahkan mengumpamakan, perputaran kredit perbankan dan kredit perusahaan pembiayaan layaknya darah di tubuh manusia. Artinya, tanpa aliran kredit maka perekonomian akan berhenti dan tidak berjalan semestinya.
“Bahwa sekitar 30% kredit perbankan adalah kredit sektor konsumsi dan sekitar 15% sampai dengan 20% adalah kredit UMKM sehingga kita menghadapi risiko default yang disengaja untuk eksposur sampai 50% kredit nasional atau setara dengan Rp 2.500 triliun. Suatu jumlah yang pasti akan membangkrutkan ekonomi Indonesia,” tegasnya.
Baca Juga: Mirae: Kredit Bank Mandiri yang berpotensi memburuk akibat corona capai Rp 27 triliun
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News