Reporter: Ferry Saputra | Editor: Anna Suci Perwitasari
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Platform dompet digital PT Fintek Karya Nusantara atau LinkAja angkat bicara terkait pemerintah Amerika Serikat (AS) yang mempersoalkan kebijakan sistem pembayaran Indonesia, seperti Quick Responese Indonesia Standard (QRIS) dan Gerbang Pembayaran Nasional (GPN), yang dinilai membatasi ruang gerak perusahaan asing.
Chief Executive Officer LinkAja Yogi Rizkian Bahar mengatakan, bisa jadi penilaian AS kurang tepat. Bagi LinkAja, GPN dan QRIS harus tetap dipertahankan sebagai bagian dari strategi kedaulatan ekonomi, keamanan data, dan inklusi keuangan.
"Terlebih QRIS, bukan hanya sekadar alat pembayaran melainkan juga pilar kedaulatan digital," ujarnya kepada Kontan, Selasa (22/4).
Sejak awal kehadirannya, Yogi menerangkan QRIS dirancang untuk memudahkan, mempercepat, dan mengamankan transaksi pembayaran digital di Indonesia, dengan menyatukan berbagai metode pembayaran digital ke dalam satu standar yang dapat digunakan di berbagai platform pembayaran sehingga lebih sederhana dan mampu menjangkau seluruh pelosok negeri.
Baca Juga: Amerika Serikat Persoalkan Sistem QRIS, Bank Indonesia Buka Suara
Dia bilang penerapan QRIS di Indonesia telah menjadi salah satu katalis penting dalam mendorong ekonomi digital yang inklusif dan LinkAja berkomitmen untuk terus meningkatkan kontribusi, serta layanan demi memenuhi kebutuhan akses keuangan tersebut di masyarakat.
Yogi bilang adanya QRIS cross border sebagai sistem pembayaran digital lintas negara yang memungkinkan pengguna untuk melakukan transaksi dengan menggunakan kode QR di negara lain, yang mana LinkAja juga telah mengimplementasikannya dan saat ini berlaku di Malaysia dan Thailand.
Hal itu jauh dari kata menghambat, justru manfaatnya sangat positif karena memungkinkan masyarakat bertransaksi keuangan di negara lain secara mudah dan aman.
Melihat pertumbuhan QRIS cross border yang kian berkelanjutan, hal tersebut turut mendorong LinkAja untuk senantiasa mendukung dan memaksimalkan upaya-upaya pengembangan infrastruktur konektivitas digital guna kemudahan bertransaksi, baik di dalam maupun luar negeri.
"Kami juga menyambut positif setiap potensi perluasan kerja sama dengan negara lain, tidak terkecuali AS," tuturnya.
Yogi berpendapat hal itu juga merupakan upaya LinkAja dalam memperluas ekonomi digital guna meningkatkan inklusi keuangan yang nantinya akan memberikan pengaruh positif dalam membangun perekonomian global.
Baca Juga: BI Bakal Perluasan QRIS Cross Border ke 4 Negara, Simak Rinciannya
Sementara itu, Yogi mengungkapkan implementasi sistem pembayaran asing sebagai source of fund di e-wallet atau dompet digital memungkinkan untuk dilakukan. Dia bilang potensinya juga sangat besar.
Terkait dengan hambatannya, Yogi menyampaikan beberapa hal teknis dapat menjadi faktor, antara lain biaya untuk development sistemnya (development cost), regulasi, dan kurs yang fluktuatif berpengaruh terhadap proses settlement. Namun, bukan berarti tidak mungkin dilakukan dan hal itu sangat mungkin untuk dieksplorasi lebih lanjut oleh LinkAja.
Menurut data terkini, Yogi membeberkan nilai transaksi QRIS pada platform LinkAja mencapai Gross Merchandise Value Rp 333 juta per bulan, dengan rata-rata ticket size per transaksi sebesar hampir Rp 100 ribu. Per 22 April 2025, tercatat LinkAja memiliki lebih dari 92 juta basis pengguna terdaftar, 3 juta merchant terdaftar, dan lebih dari 1,4 juta titik cash in dan cash out.
Sebelumnya isu terkait Amerika Serikat yang soroti sistem pembayaran domestik Indonesia ini dirilis dalam laporan National Trade Estimate (NTE) Report on Foreign Trade Barriers yang dirilis akhir Maret 2025 lalu, Kantor Perwakilan Dagang pemerintah AS (USTR) yang mengkritisi penerapan QRIS yang diatur dalam Peraturan Anggota Dewan Gubernur (PDAG) nomor 21/18/PDAG/2019 dinilai membatasi ruang gerak perusahaan asing.
Menteri Koordinator Bidang Perkenomonian Airlangga Hartarto juga menyampaikan pemerintah telah berkoordinasi dengan Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terkait masukan dari pemerintah AS terkait sistem pembayaran tersebut.
"Kami sudah berkoordinasi dengan OJK dan BI, terutama terkait dengan payment yang diminta oleh pihak Amerika," ungkap Airlangga dalam konferensi pers, Sabtu (19/4). (*)
Selanjutnya: Mentan Klaim Malaysia Minta Impor Beras Beras dan Teknologi Pertanian dari Indonesia
Menarik Dibaca: Hanya Kota Jogja Bebas Guyuran Hujan, Pantau Cuaca Besok di DIY
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News