kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.894.000   23.000   1,23%
  • USD/IDR 16.467   22,00   0,13%
  • IDX 7.122   15,62   0,22%
  • KOMPAS100 1.037   3,05   0,30%
  • LQ45 808   1,92   0,24%
  • ISSI 224   1,23   0,55%
  • IDX30 422   1,16   0,27%
  • IDXHIDIV20 508   6,18   1,23%
  • IDX80 117   0,36   0,31%
  • IDXV30 122   1,99   1,66%
  • IDXQ30 138   0,44   0,32%

Analis: Kebijakan moneter BI sulit dilakukan


Kamis, 27 September 2012 / 15:51 WIB
ILUSTRASI. Direktur Utama PT PP Tbk (PTPP) Novel Arsyad (tengah) didampingi direksi . KONTAN/Cheppy A. Muchlis/25/05/2021


Reporter: Anna Suci Perwitasari |

JAKARTA. Rencana Bank Indonesia (BI) masuk ke obligasi korporasi sebagai strategi pengelolaan likuiditas dilihat analis obligasi PT Nusantara Capital I Made Adi Saputra cukup sulit dilakukan. Salah satu hal yang menjadi masalah adalah dasar penetapan rating bagi perusahaan yang akan diserap obligasinya.

“meskipun obligasi korporasi tersebut memiliki peringkat AAA, risiko yang diterima BI tetap besar karena peluang default itu ada,” terang Made. Di sini, pertanggungjawaban bank sentral akan berat mengingat dana tersebut milik pemerintah dan jumlahnya tidak sedikit.

Jika terpaksa masuk ke obligasi korporasi, Made menyarankan sebaiknya obligasi itu adalah milik perusahaan yang berstatus sebagai Badan usaha Milik Negara (BUMN). Di sini, tanggung jawab BI tak terlalu besar karena jika perusahaan tersebut bangkrut, pemerintah tetap menjadi salah satu penanggung jawab.

Karakteristik obligasi korporasi biasanya diserap oleh institusi tertentu seperti dana pensiun, asuransi, aset manajemen dan bank. “Jika arahnya adalah kebijakan moneter, rasanya kurang tepat,” nilai Made.

Sebagai mana diberitakan sebelumnya, BI berniat masuk ke obligasi korporasi untuk menggantikan instrumen yang sudah ada yakni Sertifikat Bank Indonesia (SBI).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
[Intensive Workshop] AI-Driven Financial Analysis Thrive

[X]
×