Reporter: Nurtiandriyani Simamora | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah Provinsi (Pemprov) Aceh berencana membuka peluang untuk mengembalikan operasional bank konvensional. Melalui revisi Qanun Aceh Nomor 11 Tahun 2018 tentang Lembaga Keuangan Syariah (LKS).
Terkait hal ini Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menanggapi rencana perubahan Qanun (aturan pemerintah daerah) tersebut dengan respon yang positif.
"Kita sangat menyambut baik Keputusan itu. Ini merupakan solusi terbaik untuk masyarakat dan ekonomi Aceh," kata Kepala Eksekutif Pengawas Pebankan (KEPP) Dian Ediana Rae kepada Kontan.co.id, Selasa (23/5).
Lebih lanjut Dian mengatakan sebelumnya pada saat penyusunan Qanun tersebut OJK telah menyampaikan saran dan concern (kekhawatiran) terkait dampak pemberlakuan pengaturan tersebut terhadap kesejahteraan masyarakat, perekonomian dan kesiapan perbankan syariah di Aceh.
Baca Juga: Aceh Berencana Izinkan Operasional Bank Konvensional, Ini Kata Pengamat dan Bankir
Pasalnya perbankan merupakan layanan yang diperlukan oleh masyarakat, baik untuk modal usaha, transaksi sistem pembayaran, dan transaksi keuangan lainnya. Layanan ini penting untuk mendukung perekonomian, termasuk di Aceh sendiri.
Oleh karena itu, OJK menyebut seharusnya peraturan yang diterbitkan oleh pemerintah baik pusat maupun daerah harus selalu memperhatikan hal tersebut agar tidak merugikan kepentingan masyarakat umum dan kemajuan perekonomian.
Mengingat hingga saat ini Indonesia merupakan negara yang menganut dual banking system dimana bank konvensional dan bank syariah berkembang secara berdampingan.
Dalam Undang-Undang (UU) Perbankan Syariah & Perbankan Konvensional tidak ada batasan bahwa di suatu daerah hanya diperbolehkan satu jenis bank saja
"Biarkan masyarakat yang memilih untuk menggunakan bank konvensional atau bank syariah. Akan terasa aneh dalam suatu negara apabila satu provinsi boleh melarang bank konvensional beroperasi, sementara ada provinsi lain yg melarang bank syariah beroperasi," kata Dian.
OJK juga mengatakan tugas pemerintah adalah memastikan pilihan layanan perbankan tersebut tersedia dan dapat melayani masyarakat dengan sebaik-baiknya.
Tanpa kepastian hukum seperti itu, maka tidak mudah untuk menjamin bahwa revisi yang sedang dipertimbangkan saat ini tidak akan direvisi lagi di masa depan.
"Tanpa jaminan ini sulit bank konvensional mau masuk karena pembukaan dan penutupan kantor itu biayanya tidak sedikit," tegas Dian.
Baca Juga: Kurangi Risiko Banjir di Aceh Utara, Abipraya Percepat Pengerjaan Bendungan Keureuto
Sementara itu Senior Vice President Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI) Trioksa Siahaan mengatakan, rencana keputusan Pemprov Aceh tersebut merupakan buntuk dari desakan kebutuhan masyarakat dan pemangku kepentingan di Aceh.
Mengingat baru-baru ini kasus hacker yang menimpa BSI dapat membuat kekhawatiran di industri keuangan lokal yang hanya tersedia dari bank syariah. Pasca pemberlakuan qanun LKS sejak 2018, semua bank konvensional keluar dari Aceh.
Hingga saat ini Aceh hanya memiliki dua bank besar saja yakni Bank Aceh Syariah (BAS) dan Bank Syariah Indonesia (BSI). Lainnya ada juga BCA Syariah kantornya hanya ada di Kota Banda Aceh dan unit usaha syariah dari bank konvensional seperti BTN Syariah.
"Dengan masuknya kembali bank konven, maka masyarakat akan kembali menikmati layanan bank konven. Bila memang disepakati oleh pemangku kepentingan di Aceh," katanya kepada Kontan, Senin (22/5).
Lebih lanjut Trioksa mengatakan hal ini bisa membuat peluang bagi bank konven untuk ekspansi kembali ke Aceh dan dapat mengurangi pasar bank syariah di Aceh.
"Sepanjang yang diuntungkan adalah masyarakat, menurut saya hal ini perlu untuk dipertimbangkan untuk dilaksanakan," tambahnya.
Jika ditelesuri ternyata sejak tahun 2022, hal tersebut ini sudah dibahas di internal pemerintahan Aceh. Ini merupakan buah aspirasi masyarakat terutama para pelaku dunia usaha.
Sehingga perlu dikaji dan analisa kembali terhadap dinamika dan problematika dari pelaksanaan Qanun (peraturan daerah) Lembaga Keuangan Syariah (LKS) yang diterapkan selama ini di Aceh.
Baca Juga: Waspada Maling Data
Dengan terbatasnya bank-bank tersebut sangat berpengaruh kepada beberapa hal yakni terkait potensi kerugian nasabah yang merupakan pelaku usaha, ditambah lagi dengan gangguan lainnya saat ketika terjadi musibah seperti gangguan layanan yang berhari-hari terjadi karena serangan siber yang menimpa BSI, ini semakin menyulitkan masyarakat Aceh.
Sementara itu PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) atau Bank BCA yang juga merespon hal ini dengan positif. Perseroan mengatakan pada prinsipnya sebagai perbankan nasional, BCA akan senantiasa menghormati serta mematuhi ketentuan dan peraturan yang berlaku, termasuk Qanun di wilayah Aceh.
Seperti diketahui, saat Qanun Aceh no. 11 tahun 2018 tentang Lembaga Keuangan Syariah diberlakukan, layanan perbankan BCA di wilayah Aceh pun dialihkan sepenuhnya ke BCA Syariah.
"Kami juga senantiasa berkoordinasi dengan pemerintah, regulator, otoritas, dan stakeholders lainnya, dalam rangka menyiapkan strategi yang tepat dalam memberikan layanan yang optimal bagi segenap nasabah," kata Hera F Haryn Executive Vice President Corporate Communication & Social Responsibility BCA kepada Kontan.co.id, Senin (22/5).
Saat ini, BCA Syariah telah memiliki tiga unit kantor di Aceh, yaitu Kantor Cabang Banda Aceh, KCP Lhokseumawe, dan KCP ULS Bireuen, untuk melayani beragam kebutuhan nasabah yang beragam, seperti Tahapan iB, Deposito iB, Pembiayaan Emas iB, hingga pembiayaan konsumer KPR iB, KKB iB, dan pembiayaan Murabahah Emas.
Selain itu, nasabah BCA Syariah juga dapat memanfaatkan aplikasi BCA Syariah Mobile untuk kemudahan mengakses rekening atau melakukan transaksi perbankan melalui smartphone.
Transaksi yang dapat dilakukan meliputi transaksi finansial (seperti transfer, pembelian, dan pembayaran QR), transaksi non-finansial (informasi dan administrasi), hingga tarik tunai tanpa kartu.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News