Reporter: Adrianus Octaviano | Editor: Khomarul Hidayat
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Di tengah pasar modal yang masih bergejolak akibat kasus Covid-19 yang masih tinggi, aset investasi industri asuransi jiwa masih terus tumbuh hingga 11,66% year-on-year (yoy) pada paruh pertama tahun ini. Aset reksadana menjadi portofolio terbesar dari keseluruhan aset investasi di industri tersebut.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat, aset investasi industri asuransi jiwa mencapai Rp 492,35 triliun hingga paruh pertama tahun ini. Sebagai perbandingan, di periode sama tahun lalu, aset investasi asuransi jiwa tercatat Rp 440,92 triliun.
Jika melihat portofolionya, aset di reksadana memiliki porsi paling besar dengan memberikan kontribusi 33,39% atau senilai Rp 164,39 triliun. Aset tersebut juga tumbuh 11,61% yoy dari periode sama tahun lalu sebanyak Rp 147,29 triliun.
Disusul, aset investasi di saham yang tumbuh 16,29% yoy menjadi Rp 137,88 triliun. Dengan demikian aset saham menjadi portofolio terbesar kedua dengan memberikan kontribusi sebesar 28%
“Kedua aset tersebut memang selalu mendominasi beberapa tahun belakangan dengan posisi yang sama dan kayaknya tidak akan ada perubahan ke depan,” ujar Direktur Eksekutif Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) Togar Pasaribu.
Baca Juga: Semester I 2021, kinerja semua jenis unitlink mengalami koreksi
Beberapa perusahaan asuransi jiwa mencatatkan pertumbuhan aset. Misal, BNI Life yang hingga Juli 2021 mencatatkan aset investasi sebesar Rp 19,7 triliun atau tumbuh 12% yoy.
“Kenaikan aset karena didorong dengan adanya penerimaan premi dan hasil investasi,” ujar Direktur Keuangan BNI Life Eben Eser Nainggolan.
Untuk penempatan investasinya, Eben menyebutkan, aset obligasi termasuk di dalamnya ada reksadana obligasi merupakan yang berkontribusi cukup besar dengan porsi 74%. Itu berarti, aset obligasi di BNI Life mencapai Rp 14,6 triliun.
Menurut Eben, besarnya kontribusi aset obligasi di BNI Life dikarenakan pasar obligasi cenderung lebih stabil bila dibanding pasar saham yang cukup volatile saat ini. Hanya saja, bukan berarti BNI Life tidak menempatkan aset investasi di saham sama sekali.
“Kami ada sedikit masuk ke saham yang masuk kategori IDX 30, LQ45 dan Kompas 100,” imbuh Eben.
Ke depan, Eben menyebutkan, BNI Life akan memanfaatkan momentum untuk membeli saham IPO yang potensial dan menurunkan alokasi pasar uang untuk memaksimalkan investasi. Tentu dengan tetap berpedoman pada kebijakan strategi investasi perusahan dan ketentuan regulator.
Allianz Life Indonesia yang mencatatkan kenaikan investasi sebesar 15,93% yoy termasuk DPLK per semester I 2021. Hanya saja, perusahaan ini tidak menyebutkan nilai besarannya namun pertumbuhan paling tinggi terjadi untuk aset di instrumen saham.
“Perbaikan ekonomi membuat lebih percaya diri untuk investasi di aset yang lebih agresif,” ujar Ni Made Daryanti selaku Chief Investment Officer Allianz Life Indonesia.
Made menyebutkan, ke depan Allianz akan menempatkan investasi dengan mengacu pada mandat strategi masing-masing fund. Misalnya, investasi di saham mulai akan meningkatkan eksposur pada sektor siklikal seiring dengan ekspektasi pemulihan ekonomi di tahun 2021 dan 2022.
“Kami melihat ekspektasi pemulihan ekonomi yang lebih baik setelah distribusi vaksinasi yang lebih tinggi dan potensi IPO perusahaan teknologi yang akan datang di semester dua,” imbuh Made.
Baca Juga: IPO perusahaan teknologi dinilai akan mengangkat kinerja reksadana
Sementara, BRI Life mencatatkan pertumbuhan sebesar 34% you untuk aset investasinya dengan nilai mencapai Rp Rp 13,6 triliun di paruh pertama 2021. Portofolio SUN masih menjadi yang terbesar dengan porsi 50% dari keseluruhan portofolio investasi BRI Life untuk non unitlink. Sedangkan untuk aset unitlink porsi terbesar ada pada fund saham dan obligasi.
Direktur Utama BRI Life Iwan Pasila mengatakan, pihaknya akan terus mendorong investasi sesuai dengan kebijakan investasi yang ada. Untuk non unitlink, BRI Life terus menyesuaikan aset yang ada dengan karakteristik liabilities jangka panjang seperti yang dimiliki oleh SUN dan menjaga likuiditas untuk bisa membayar klaim serta mengoptimalkan return.
Selanjutnya: Meski kinerjanya jeblok pada semester I, unitlink masih tetap laku
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News