Reporter: Yudho Winarto | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Dewan Penasehat Asosiasi Logistik Digital Ekonomi Indonesia (ADEI) Trian Yuserma dan Direktur Utama PT Trans Digital Cemerlang (TDC), Indra, sepakat akan pentingnya aturan yang mewajibkan digitalisasi pembayaran di sektor logistik.
Menurut mereka, aturan ini diperlukan untuk meningkatkan keamanan dan efisiensi dalam transaksi logistik.
Trian Yuserma mengungkapkan bahwa saat ini 90% industri logistik di kota-kota besar di Indonesia sudah beralih ke sistem pembayaran digital.
Baca Juga: Dorong Penguatan Ekonomi Daerah, BI Lakukan Percepatan Digitalisasi Transaksi
“Di sektor logistik, 90 persen transaksi kini sudah dilakukan secara non-tunai. Dulu orang membayar dengan transfer bank atau menggunakan mesin EDC, sekarang mayoritas sudah menggunakan QRIS dan e-wallet,” ujarnya dalam katerangannya, Rabu (25/9).
Namun, Trian yang pernah menjabat sebagai Kepala Unit Pemasaran PT Pos Indonesia (Persero) menyoroti bahwa diperlukan regulasi yang tegas untuk memastikan seluruh industri logistik di Indonesia, yang sebagian besar kini digerakkan oleh e-commerce, wajib menggunakan transaksi digital.
"Saya menyarankan agar ada regulasi yang mewajibkan semua industri logistik menggunakan QRIS, e-wallet, atau metode pembayaran digital lainnya. Selain lebih aman dan efisien, ini juga dapat membantu meminimalisir penggunaan uang tunai, yang dapat memicu inflasi,” ujar mantan Senior Advisor PT JNE tersebut.
Trian juga mengkritik penggunaan metode pembayaran Cash On Delivery (COD) yang menurutnya bertolak belakang dengan transformasi digital yang telah dijalankan industri logistik. Ia menilai sistem COD harus dilarang, karena kurir seringkali membawa uang tunai dalam jumlah besar, yang berisiko dan tidak efisien.
Baca Juga: Transaksi QRIS Antarnegara Semakin Ramai
"COD itu justru membuat kurir berperan ganda sebagai 'debt collector'. Idealnya, pembayaran dilakukan secara digital oleh konsumen saat barang tiba di alamat tujuan," tambahnya.
Sebagai solusi, Trian menyarankan agar kurir membawa perangkat pembayaran digital seperti mesin QRIS atau menggunakan aplikasi di ponsel yang memungkinkan konsumen membayar secara non-tunai.
Selain itu, ia juga menyoroti masalah bebas ongkos kirim (bebas ongkir) yang ditawarkan oleh perusahaan e-commerce. Menurut Trian, kebijakan tersebut memberatkan perusahaan logistik dan kurir, serta melanggar regulasi yang ada.
"Industri kurir saat ini mengalami tekanan akibat masalah COD dan bebas ongkir. Banyak perusahaan yang mengalami kesulitan cash flow, yang akhirnya berdampak pada penurunan pajak yang disetorkan ke negara," tambah Trian, yang juga mantan Sekjen Asosiasi Perusahaan Jasa Pengiriman Ekspres, Pos, dan Logistik Indonesia (Asperindo).
Baca Juga: Dengan Transaksi Digital, Pengusaha Yakin Penggelapan Uang dapat Dihindari
Sementara itu, Indra selaku Direktur PT TDC, setuju bahwa digitalisasi pembayaran, khususnya melalui QRIS, merupakan langkah penting dalam menciptakan keamanan dan efisiensi transaksi. Menurutnya, digitalisasi adalah kebutuhan yang harus diterapkan di berbagai sektor, termasuk UMKM dan ritel.
"Digitalisasi transaksi keuangan adalah suatu keniscayaan yang harus dilakukan oleh semua sektor usaha saat ini," tegasnya.
Indra juga mengapresiasi upaya Bank Indonesia dalam menyosialisasikan penggunaan QRIS, namun menambahkan bahwa seluruh pihak, termasuk perusahaan swasta, harus turut aktif dalam upaya edukasi tersebut.
“Kami di PT TDC terus berinovasi, salah satunya melalui produk Posku Lite untuk mendukung pembayaran melalui QRIS di komunitas UMKM. Kami juga memberikan insentif seperti pendampingan literasi keuangan, workshop digital marketing, dan insentif lainnya untuk mitra kami,” jelas Indra.
Perusahaannya juga menggandeng mitra seperti Tamado Group di Sumatera, serta ikut berpartisipasi dalam berbagai acara seperti Jateng Fair 2024 dan IKAPPI Fest di Bali 2024.
Baca Juga: Penggunaan QRIS Perlu Sosialisasi dan Edukasi di Kalangan Pengusaha Kelontong
Indra menekankan pentingnya edukasi terkait aplikasi kasir digital, yang dinilai masih kurang dipahami oleh pelaku usaha kecil. Aplikasi ini, menurutnya, memberikan banyak manfaat, termasuk pencatatan transaksi yang lebih aman dan terpercaya.
Ia juga menyarankan agar perusahaan yang memberikan pendampingan dalam digitalisasi keuangan sudah memiliki sertifikasi standar mutu seperti ISO 9001:2015 untuk Manajemen Mutu, ISO 37001:2016 untuk Sistem Manajemen Anti Penyuapan, dan ISO 27001:2022 untuk Sistem Keamanan Informasi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News