Reporter: Roy Franedya | Editor: Adi Wikanto
JAKARTA. Kebijakan Bank Indonesia tentang pembatasan pemberian pinjaman atau loan to value (LTV) untuk kredit kepemilikan rumah (KPR) pada pertengahan tahun lalu menunjukkan hasil. Aturan tersebut berhasil menekan pertumbuhan penyaluran KPR (lihat tabel).
Maryono, Direktur Utama PT Bank Tabungan Negara Tbk (BTN), mengakui LTV berhasil menurunkan pertumbuhan KPR. Kebijakan LTV yang mewajibkan uang muka KPR minimal 30% membuat banyak nasabah menunda pengajuan kredit. Pengembang pun mengurangi membangun rumah. "Penundaannya bisa mencapai 3-6 bulan," ujarnya pekan lalu.
Bagi Maryono, kebijakan LTV belum saatnya berlaku karena rasio kredit perumahan terhadap gross domestik product (GDP) di Indonesia hanya 2,3%. Negara-negara yang menerapkan LTV seperti Singapura dan Amerika Serikat memiliki rasio KPR terhadap GDP masing-masing 40,4% dan 88,6%.
Supply pemenuhan kebutuhan perumahan belum ideal. Rerata permintaan rumah baru 800.000 unit setiap tahunnya, sedangkan jumlah pasokan hanya 400.000. Hingga 2011 backlog rumah mencapai 13,5 juta unit. " Potensi kenaikan rasio kredit bermasalah hanya 1,8%, belum menjadi ancaman," tambahnya.
Darmadi Sutanto, Direktur Ritel dan Konsumer PT Bank Negara Indonesia Tbk (BNI), mengaku pihaknya belum terpengaruh LTV. Hingga 2012 total penyaluran KPR Rp 25,3 triliun dengan rata-rata pembiayaan Rp 300 juta per rumah. "Tahun ini akan kami naikkan menjadi Rp 500 juta per rumah," ujarnya.
Sentot Sentausa, Direktur Risk Management PT Bank Mandiri Tbk, menambahkan, penyaluran KPR bisa meningkat tahun ini karena nasabah sudah beradaptasi dengan aturan LTV. Namun, hal itu hanya bisa berlaku bagi bank yang telah memenuhi kewajiban penyaluran kredit kepada usaha produktif sesuai dengan kelompok usaha (BUKU).
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News