Sumber: KONTAN |
JAKARTA. PT Bank Mandiri Tbk kembali meminta pemerintah memperjelas aturan penghapusbukuanan kredit macet untuk bank Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Direktur Utama Bank Mandiri Agus Martowardojo menyatakan Bank Mandiri belum berani menghapuskan kredit macet karena ada dua aturan hukum yang bertentangan.
Tiga tahun lalu pemerintah memang sudah menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 33 Tahun 2006 tentang Tata Cara Penghapusan Piutang Negara dan Daerah. Aturan ini menyatakan, kredit bank BUMN tak termasuk dalam piutang milik negara. Jadi penghapusan kredit merupakan urusan pengelola bank.
Namun saat menerbitkan PP itu, pemerintah tak mengubah Undang-Undang (UU) Nomor 49 tahun 1960 tentang Panitia Urusan Piutang Negara. Padahal, menurut UU tersebut kredit bank BUMN termasuk dalam kategori piutang milik negara. Itu berarti, manajemen bank BUMN tak bisa seenaknya melakukan pemotongan utang alias haircut.
"Karena masih ada UU tersebut, kami tak berani memberikan haircut dalam restrukturisasi kredit," kata Agus di kantor Menteri Negara BUMN, Senin (6/4) kemarin.
Ini bukan kali pertama Bank Mandiri meminta pemerintah menyiapkan perubahan UU 49/1960. Agus menyatakan, pemerintah sudah mengerti permintaan Bank Mandiri. Itu sebabnya, pemerintah sudah menyiapkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) untuk menggantikan UU 49/1960. "Semua masih dalam proses," kata Agus.
Bank Mandiri berniat menawarkan haircut untuk debitur yang beritikad baik menyelesaikan kewajiban. "Kami hanya menawarkan haircut ke debitur yang semata-mata kesulitan membayar karena kegagalan bisnis," ujar Agus.
Untuk debitur yang tak kooperatif, Bank Mandiri tak akan melakukan pemotongan. Bank justru akan menempuh jalur hukum.
Agus menyatakan, Bank Mandiri berhasil menagih kredit macet rata-rata senilai Rp 2 triliun per tahun. Agus memperkirakan, kredit yang telah dihapusbukukan selama Bank Mandiri beroperasi mencapai Rp 32 triliun.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News