kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.526.000   0   0,00%
  • USD/IDR 16.240   -40,00   -0,25%
  • IDX 7.037   -29,18   -0,41%
  • KOMPAS100 1.050   -5,14   -0,49%
  • LQ45 825   -5,35   -0,64%
  • ISSI 214   -0,85   -0,40%
  • IDX30 423   -1,15   -0,27%
  • IDXHIDIV20 514   0,87   0,17%
  • IDX80 120   -0,69   -0,57%
  • IDXV30 125   1,36   1,09%
  • IDXQ30 142   0,26   0,18%

Bakal Ada Pembatasan Super Lender di POJK Baru, Bagaimana Kesiapan Fintech Lending?


Selasa, 28 Juni 2022 / 15:55 WIB
Bakal Ada Pembatasan Super Lender di POJK Baru, Bagaimana Kesiapan Fintech Lending?
ILUSTRASI. Ilustrasi Financial Technology (Fintech).


Reporter: Adrianus Octaviano | Editor: Handoyo .

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Peraturan OJK (POJK) baru terkait industri fintech lending tengah dinanti, setidaknya bagi pemain industri ini. Tampaknya, aturan ini pun akan segera diterbitkan mengingat saat ini sudah dalam proses penomoran di Kemenkumham.

Beberapa bocoran terkait poin-poin dalam aturan baru pun telah sempat dilontarkan. Salah satunya aturan terkait pembatasan super lender, terutama yang bukan dari lembaga jasa keuangan, dengan maksimal 25% dari total outstanding pinjaman.

Jika menilik data OJK di April 2022, jumlah outstanding pinjaman yang disalurkan oleh institusi yang bukan lembaga jasa keuangan senilai Rp 18,15 triliun. Angka tersebut berkontribusi sekitar 47,5% dari total outstanding pinjaman yang mencapai Rp 38,14 triliun.

Baca Juga: Ini Kata AFPI Soal Mayoritas Fintech Lending Masih Merugi

Kepala Departemen Pengawasan IKNB 2B OJK, Bambang W. Budiawan pun menjelaskan bahwa tujuan dari aturan ini ialah ingin mengembalikan konsep fintech P2P lending, dimana merupakan platform pendanaan bersama.

Sementara itu, Bambang menjelaskan kalau lender yang berasal dari lembaga jasa keuangan diperbolehkan untuk mencapai batas makimal 75% dari total outstanding pinjaman. 

“Khusus untuk lender Lembaga Jasa Keuangan, kami ingin ada sinergi dan OJK lebih mudah dalam pengawasannya,” ujar Bambang.

Menanggapi aturan tersebut, Direktur Eksekutif Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) Kuseryansyah menyebut bahwa penerapan aturan tersebut tidak bisa langsung diterapkan begitu saja, melainkan perlu diberi waktu bertahap.

Ia beralasan bakal memberatkan jika aturan tersebut langsung wajib diterapkan. Ia mencontohkan ada fintech lending yang memang memiliki super lender dengan pendanaannya bisa mencapai 80% dari total outstandingnya.

“Kita berharap ada masa transisinya, misal tiga hingga empat tahun untuk transisi mencapai 25%,” ujar Kus.

Adapun, salah satu pemain fintech lending yang saat ini masih memiliki porsi super lender di atas 25% ialah Danain. Sebab, fintech ini baru melakukan perubahan model bisnis dan penyalurannya dinilai masih kecil.

Namun demikian, CEO Danain Budiardjo Rustanto bilang bahwa saat ini pihaknya sudah siap menerapkan aturan baru tersebut dengan sedang membuka pembicaraan dengan beberapa bank untuk menjadi lender.

Baca Juga: Beban Tinggi dan Dominasi Pemain, Fintech Lending Sulit Mencetak Laba

“Saat ini ada 2 bank dan akan mengaktivasi akses bagi pendana individu,” ujar Budi.

Langkah tersebut juga dilakukan untuk mendukung target penyaluran pinjaman Danain di tahun ini yang senilai Rp 100 miliar. Hingga saat ini, penyaluran pinjaman yang sudah dilakukan mencapai Rp 59 miliar.

“tahun ini kami banyak melakukan sosialisasi dan  beberapa bulan ini pertumbuhan penyaluran pendanaan berhasil meningkat cukup drastis,” imbuhnya.

Memang, peningkatan drastis terjadi pada penyaluran pinjaman di Danain. Sebab, pada pertengahan Maret lalu, pinjaman yang sudah disalurkan baru sekitar Rp 7 miliar.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU

[X]
×