Reporter: Anggar Septiadi | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Tak cuma bakal membantu likuiditas, aksi Bank Indonesia meningkatkan rasio minimum penyangga likuiditas makroprudensial (PLM) juga diprediksi bakal sedikit membantu pendapatan perbankan.
Pekan lalu, Bank Indonesia kembali mengeluarkan sejumlah stimulus, salah satunya meningkatkan rasio PLM bank umum konvensional dari 4% menjadi 6%, dan bank umum syariah dari 4% menjadi 4,5%. Ketentuan ini akan mulai berlaku Mei 2020.
Baca Juga: Ada capital inflow, BI yakin rupiah di level Rp 15.000 per dolar AS pada akhir 2020
Maklum, di tengah pandemi Covid-19, risiko penyaluran kredit memang masih tinggi. Sementara menempatkan dana di surat berharga negara (SBN) bisa jadi alternatif. Sejak awal tahun penempatan dana perbankan pada SBN juga telah melonjak.
Akhir 2019 lalu, Kementerian Keuangan mencatat total perbankan menempatkan dana Rp 581,37 triliun atau setara 21,12% dari total SBN beredar senilai Rp 2.752,74 triliun. Sementara pada 16 April 2020 nilai penempatannya mencapai Rp 790,21 triliun atau setara 27,53% dari total SBN senilai Rp 2.870.30 triliun.
“Peningkatan rasio PLM akan bikin pengelolaan cadangan likuiditas kami menjadi lebih baik,” kata Direktur Tresury, International Banking, and Special Asset Management PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) Darmawan Junaidi kepada KONTAN.
Baca Juga: Likuiditas bank tambah Rp 117,8 triliun berkat penurunan GWM dan respons kebijakan BI
Darmawan juga memastikan bakal segera memenuhi ketentuan bank sentral tersebut. Sebab rasio penempatan dana bank berlogo pita emas ini pada surat berharga, tak terbatas pada SBN sejatinya juga sudah tinggi.
Per Februari 2020, perseroan menempatkan Rp 147,23 triliun asetnya pada surat berharga, ini setara 18,48% dari total dana pihak ketiga (DPK) senilai Rp 796,60 triliun. Rasio tersebut juga telah meningkat dibandingkan Desember 2019 senilai Rp 140,80 triliun atau setara 17,27% dari DPK senilai Rp 815,10 triliun.