Reporter: Laurensius Marshall Sautlan Sitanggang | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kondisi ekonomi yang masih belum stabil membuat bank lebih selektif dalam menyalurkan kredit. Alhasil, bank lebih memilih menyalurkan kredit ke segmen korporasi lantaran lebih tahan banting dalam menghadapi iklim ekonomi yang berubah-ubah.
Seiring dengan semakin besar permintaan dan penyaluran kredit bank ke korporasi, eksposur kredit ke segmen usaha kecil menengah (UKM) menjadi semakin sulit untuk dipertebal.
Padahal, Bank Indonesia (BI) sudah mematok tiap bank untuk menyalurkan kredit minimal sebesar 20% dari total kreidt ke segmen UKM. Sebagaimana tertuang dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor 17/12/PBI/2015 yang menyatakan mulai 2018 seluruh perbankan diharuskan memiliki portofolio ke segmen UMKM sebesar 20%.
PT Bank Central Asia Tbk (BCA) misalnya yang mengamini bahwa pihaknya kesulitan untuk memperbesar porsi kredit UMK. Sebabnya, upaya tersebut juga dibarengi dengan pertumbuhan pendanaan ke sektor infrastruktur yang memang banyak di penghujung tahun.
Hingga kini menurut hitung-hitungan Direktur Utama BCA Jahja Setiaatmadja total kredit ke segmen UKM BCA baru mencapai 12%-13%. Sedangkan segmen korporasi sudah mencapai sekitar 30%. "Semakin kami biayai korporasi, kredit UKM-nya kedodoran, tidak ada pilihan. UKM tidak bisa dalam sebulan naik triliunan," katanya di Jakarta, Selasa (9/10) lalu.
BCA bahkan meyakini hal serupa juga terjadi di sejumlah bank-bank besar selain BCA. Khusus untuk bank besar, BCA hanya meyakini PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BRI) saja yang mencatatkan penyaluran UKM di atas 20%. "Hanya BRI mungkin yang bisa 20%, yang lain di bawah 20%. Saya pikir akhir tahun tidak akan tercapai, susah buat kami," ungkapnya.
Menurutnya, untuk dapat meningkatkan eksposur ke kredit UKM, maka BCA harus menurunkan penyaluran kredit infrastruktur dan debitur korporasi. Namun, saat ini hal tersebut tidak akan ditempuh, lantaran korporasi memang menjadi penggerak pertumbuhan ekonomi, termasuk bagi debitur UKM.
Jahja berkeyakinan, dalam penyaluran kredit ke UKM harus ada keseimbangan antara masing-masing bank, artinya tak seluruh bank memang dapat fokus ke segmen tersebut.
"Kredit itu kan harus ada kombinasi. UKM tidak bisa maju sendiri, UKM ambil barang dari pabrik. Kalau pabrik tidak kami biayai supaya bisnisnya jalan, bagaimana yang UKM bisa jalankan bisnis?" ungkapnya.
Catatan saja, per Agustsu 2018 lalu BCA sudah mencatatkan kredit sebesar Rp 502,76 triliun. Posisi ini tumbuh 15,08% dibandignkan periode yang sama tahun sebelumnya atau year on year (yoy).
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News