Reporter: Yusuf Imam Santoso | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Akhir bulan ini, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) kembali lagi menggelontorkan penempatan dana pemerintah di perbankan.
Kali ini, bunga yang dipatok pemerintah sebesar 2,8%, turun 0,62% dari posisi bunga penempatan dana gelombang pertama yakni 3,42%.
Direktur Treasury dan Internasional PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI) Henry Panjaitan menyambut baik kebijakan pemerintah tersebut. Sebab, meski suku bunga acuan Bank Indonesia (BI) atawa BI7DRR dan BI3MRR turun menjadi 4% dan 3,8% pada 16 Juli lalu, dampak ke cost of fund tidak terjadi dengan seketika.
Henry mengatakan, turunnya suku bunga dana di bank akan terjadi bertahap, sesuai dengan jatuh tempo dari dana nasabah. Sebab, secara historis, dampak perubahan suku bunga acuan BI biasanya baru tampak setelah tiga bulan. Artinya cost of fund perbankan baru bisa meresposn paling cepat Oktober nanti.
Baca Juga: Bunga penempatan dana pemerintah di Himbara turun jadi 2,8%
“Karena tingkat bunga 2,8% nanti cukup kompetitif, mengingat cost of fund bank-bank Himpunan Bank Milik Negara (Himbara) masih di atas 2,9%,” kata Henry kepada Kontan.co.id, Senin (21/9).
Henry menambahkan, dari penempatan dana pemerintah gelombang pertama yakni 25 Juni lalu, dampaknya relatif kecil pada cost of fund bank, karena porsi dana PEN tersebut kurang dari 1% dari total Dana Pihak Ketiga (DPK) bank.
Sejalan, Plt Direktur Utama PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) Hery Gunadi mengatakan, bagi bank buku IV seperti Mandiri penempatan dana pemerintah sangat penting. Karena ikut menambah likuiditas bank.
“Sebab, suku bunga penempatan pertama 3,42% jauh lebih rendah dibandingkan dengan average bunga deposito sebesar di atas 4,8%,” kata Hery kepada Kontan.co.id, Senin (21/9).
Sementara itu, Ekonom Senior Fauzi Ichsan mengatakan, penempatan dana perintah di tahap pertama tidak sejalan dengan tujuan untuk menambah kebutuhan likuiditas bank. Sebab, likuiditas BBNI, BMRI, PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI), dan PT Bank Tabungan Negara Tbk (BBTN) masih sehat.
Baca Juga: Pemerintah cari untung dari penempatan dana di Himbara, ini penjelasan Sri Mulyani
Masalah likuiditas justru dialami oleh beberapa bank buku II dan III yang sudah mengindikasikan loan to deposit ratio (LDR) berada di level yang tinggi.
“Jadi mereka (Himbara) cukup likuid. Tapi memang kalau ke bank yang LDR nya tinggi ada risiko gagal bayar. Ini yang musti dipikirkan oleh pemerintah,” kata Fauzi kepada Kontan.co.id, Senin (21/9).
Kendati demikian, Henry menyampaikan dalam situasi seperti saat ini, meski bunga rendah, tapi demand dari debitur lesu seiring ekonomi yang masih lesu. Alhasil, menurutnya yang dibutuhkan debitur adalah restrukturisasi agar cicilan pokok bisa ditunda.
Sebagai catatan, Kepala Pusat Kebijakan Sektor Keuangan Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Adi Budiarso mengatakan pada akhir September besaran bunga penempatan dana pemerintah di Himbara sebesar 2,8%, lebih rendah dari gelombang pertama yang mencapai 3,42%.
Besaran bunga tersebut memperhitungkan suku bunga lelang terakhir BI3MRR yang berlaku di September 2020 yakni sebesar 3,8% dikurang 1%.
Baca Juga: BTN optimistis penyaluran kredit dari dana PEN bisa lampaui target
Ketentuan tersebut sebagaimana Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 104/PMK.05/2020 tentang Penempatan Dana dalam Rangka Pelaksanaan Program Pemulihan Ekonomi.
Kendati demikian, Adi belum bisa menyampaikan berapa besaran yang akan pemerintah gelontorkan untuk Himbara dan Bank Pembangunan Daerah (BPD) pada gelombang kedua nanti.
“Sedang digodog di Direktorat Jenderal Perbendaharaan. Yang pasti kita optimalisasikan di sisa tahun ini,” kata Adi kepada Kontan.co.id, Senin (21/9).
Selanjutnya: Kadin minta proyek energi terbarukan ikut dalam program PEN
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News