Reporter: Roy Franedya |
JAKARTA. Kenaikan BI rate tentu akan mengerek kenaikan cost of fund (biaya dana) perbankan. Namun, perbankan masih bisa menyiasatinya dengan menggenjot dana murah seperti tabungan dan giro untuk mendapatkan sumber pendanaan.
Direktur Keuangan Bank BRI Ahmad Baiquni mengatakan di BRI, kenaikan BI rate tidak perlu diikuti dengan menaikkan bunga deposito. Karena, akan berimbas pada naiknya bunga kredit perbankan.
BRI punya basis nasabah yang mencapai lebih dari 10 juta nasabah. "BRI tinggal memaksimalkan nasabah yang ada untuk mau menabung lebih banyak serta melakukan ekspansi nasabah baru dengan program-program yang menguntungkan," ujarnya akhir pekan lalu. Tahun ini BRI berniat meningkatkan komposisi dana murah menjadi 60% dan dana mahal 40%.
Baiquni bilang dengan semakin banyaknya dana murah tersebut maka BRI tidak perlu untuk menaikkan suku bunga kredit dan akan mengurangi ketergantungannya pada deposito. "Agak sulit untuk menaikkan suku bunga kredit saat ini karena akan mempengaruhi permintaan kredit sektor riil, tetapi kalau pasar menaikkan suku bunga kredit maka kami akan ikut menaikkan," tandasnya.
Direktur Ritel Banking Bank Mega Kostaman Thayib sependapat dengan Baiquni. Menurutnya, kenaikan BI rate tidak perlu direspon dengan menaikkan suku bunga deposito dan kredit. Pasalnya, Bank-bank menengah dan besar memiliki kemampuan scale economic. "Bank mampu memproduksi sebuah produk dalam jumlah besar sehingga biaya bisa ditekan dan biaya dana menjadi kecil," ujarnya.
Kostman bilang dalam kondisi BI rate naik yang tidak diuntungkan adalah bank kecil karena ketergantungan pada deposito yang tinggi dan tidak punya economic scale yang membuat biaya dananya menjadi tinggi.
"Bank kecil masih bisa memanfaatkan pasar keuangan untuk mendapatkan sumber pendanaan tanpa meningkatkan cost of fundnya," tukasnya. Tak mau kalau, Bank Mega juga berusaha menaikkan dana murah menjadi 60% dan dana mahal 40%.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News