Reporter: Roy Franedya |
JAKARTA. Kredit konsumsi tahun ini akan tetap tumbuh, meskipun ada dampak negatif kebijakan loan to value (LTV) untuk kredit pemilikan rumah (KPR) dan kendaraan. Perhimpunan Bank-Bank Umum Nasional (Perbanas) memprediksi, beleid yang menaikkan uang muka itu hanya berdampak pada bank yang memiliki porsi kredit konsumsi tinggi.
Menurut kajian Perbanas, aturan ini akan berdampak pada kelompok bank pembangunan daerah (BPD) dan bank swasta nondevisa menengah kecil. Porsi kredit konsumsi terhadap total kredit di BPD mencapai 68,49% dan bank swasta nondevisa 49,26%. Adapun porsi kredit konsumsi secara umum mencapai 30,35% dari total kredit.
Ketua Umum Perbanas Sigit Pramono mengatakan, bank besar tidak terpengaruh, sebab lebih mudah mengalihkan alokasi kredit konsumsi ke kredit produktif. "Bagi bank kecil dan BPD bisa saja meminimalisasi pengaruhnya jika berhasil mengalihkan kredit ke sektor produktif. Namun, memperkecil kredit konsumsi tidak mudah," ujarnya,
pekan lalu.
Penurunan kredit konsumsi pada kedua kelompok bank tersebut mengakibatkan penurunan laba bank. Padahal laba untuk menambah permodalan. Sigit menyarankan, Bank Indonesia memberikan insentif ke perbankan. "Kami juga menyarankan, BI menerapkan kebijakan LTV secara bertahap," ujarnya.
Hingga Februari 2012, total kredit konsumsi Rp 668,72 triliun, tumbuh 0,23% dibandingkan Desember 2011 (year to date/ytd). Kelompok bank asing dan bank persero mencatat penurunan pertumbuhan kredit konsumsi, masing-masing -0,1% dan -1,82%.
Direktur Eksekutif Departemen Penelitian dan Pengaturan Perbankan BI, Mulya E Siregar mengakui, penerapan kebijakan LTV memang berpotensi memperlambat kredit konsumsi tahun ini. Tetapi, pertumbuhan akan kembali normal pada tahun berikutnya. "Ibaratnya mesin, penyaluran kredit kita saat ini mobil. Kalau mesin Ferrari tapi pakai ban jelek, bisa slip. Makanya kita berhenti dulu, masuk pit stop, nanti baru digas kencang lagi," terang Mulya, sambil memberi perumpamaan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News