Reporter: Maizal Walfajri | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Ketatnya persaingan perebutan dana pihak ketiga (DPK) membuat bank kecil kewalahan. Apalagi sejak tahun lalu hingga tahun ini pemerintah gemar menerbitkan surat berharga negara (SBN) yang memiliki bunga yang lebih menarik dibandingkan depsito perbankan. Oleh sebab itu, investor lebih memilih SBN dibandingkan deposito.
Salah satu bank BUKU II, PT Bank Maspion Indonesia Tbk merasakan sengitnya perebutan dana untuk memenuhi likuditas bank. Direktur Utama Bank Maspion Herman Halim menyatakan perebutan DPK tidak hanya terjadi antara bank besar dan bank kecil, tapi juga antara bank dengan pemerintah dalam hal ini SBN.
Ke depannya ia menyebut rebutan dana dengan surat utang pemerintah harus diatur. "Di satu sisi perbankan harus memperbaiki neraca dengan kredit jadi membutuhkan dana. Harapannya dapat kembali normal, sebab persaingan tidak sehat menaikkan suku bunga dapat mempengaruhi margin," ujar Herman kepada Kontan.co.id baru-baru ini.
Bank dengan sandi saham BMAS ini menargetkan pertumbuhan kredit 14% secara year on year (yoy) dibandingkan capaian 2018. Sedangkan untuk DPK, Bank Maspion menargetkan dapat tumbuh 10%. Guna dapat mencapai target, bank juga mematok special rate sebesar 8,25%.
"Kalau tidak ada special rate ya habis dalam persaingan," tambah Herman. Dia melanjutkan kredit pada 2018 tumbuh berkisar 9% yoy. Sehingga nett interest margin (NIM) Bank Maspion berkisar di level 4%. Hingga akhir tahun nanti, Herman menyatakan akan mempertahankan NIM diposisi 4%.
Agar dapat mempertahankan NIM, Herman menargetkan himpunan dana murah atau CASA dapat berkontribusi sebesar 40% dari total DPK. Herman mengaku saat ini, CASA Bank Maspion berkisar 30%.
Berbeda dengan bank BUKU I yakni PT Bank Dinar Tbk yang mengaku tidak akan fokus meningkatkan jumlah deposito meskipun secara industri mengalami perebutan dana. Direktur Utama Bank Dinar Hendra Lie bilang langkah ini diambil lantaran manajemen ingin meningkatkan kualitas dana dengan menaikkan porsi CASA hingga 20% dari total DPK.
"DPK lebih fokus ke CASA karean bila aksi merger dengan Bank Oke rampung maka CAR bank akan tinggi. Meski demikian, saat ini masih ada special rate deposito masksimal 7,75%," ujar Hendra.
Hendra bilang, pasca merger pihaknya akan menyiapkan plafon kredit sebesar Rp 4,1 triliun. Asal tahu saja, hingga saat ini aksi merger antara Bank Dinar dengan Bank Oke masih terus berlangsung.
Sedangkan bank yang termasuk kelompok III yakni PT Bank Mayapada Internasional Tbk juga menilai SBN akan mengerus dana. Presiden Direktur Bank Mayapada Haryono Tjahjarijadi mengatakan ragam surat utang pemerintah ini sedikit atau banyak akan membuat pasar keuangan lebih ketat lagi.
Meski begitu dia menyebut Bank Mayapada tidak memasang strategi khusus untuk menghadapi SBN. Yang penting pihaknya terus menyeimbangkan funding dan lending sehingga tidak perlu berburu dana mahal. "Lantaran likuditas kami baik, tecermin dari LDR tahun 2018 berkisar dibawah 91%. Tahun ini targetnya dibawah 92%," ujar Hariyono.
Bank dengan sandi saham MAYA ini membidik pertumbuhan DPK dan kredit masing-masing sebesar 11% hingga 13% dibandingkan pencapain 2018. Hariyono mengaku terget ini cukup konservatif lantaran kondisi makro ekonomi domestik maupun global blum membaik.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News