Reporter: Anggar Septiadi | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sejumlah bank yang menjadi kreditur Duniatex mencatatkan peningkatan eksposur kredit. Total utang enam entitas Duniatex Group dalam proses Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) mencapai Rp 22,36 triliun yang berasal dari 144 kreditur.
Perinciannya 58 kreditur separatis (dengan jaminan) dengan nilai tagihan Rp 21,72 triliun, ditambah 86 kreditur konkuren (tanpa jaminan) Rp 641,06 miliar. Nilai ini lebih besar dari laporan Debtwire pada 25 Juli 2019 lalu yang mengutip laporan keuangan pada kuartal I-2019 dengan total utang senilai Rp 18,61 triliun.
Kuasa Hukum PT Bank CIMB Niaga Tbk (BNGA) Niaga Imran Nating menyatakan, pihaknya telah mendaftarkan tagihan dalam PKPU senilai Rp 367 miliar. Sementara dalam laporan Debtwire, eksposur kredit CIMB Niaga senilai Rp 136 miliar.
Baca Juga: Wow, utang Duniatex mencapai Rp 22,4 triliun dari 144 kreditur
Terkait hal ini, Direktur Perbankan Bisnis Bank CIMB Niaga Rahardja Alhamzah enggan banyak berkomentar. Rahardja cuma menjelaskan bahwa pihaknya telah membuat pencadangan yang cukup terhadap eksposur kreditnya ke Duniatex. “Yang jelas biaya provisi secara keseluruhan meningkat, seperti yang sudah dijelaskan tadi,” katanya usai paparan publik, Senin (18/11).
Berdasarkan paparan publik BNGA, beban provisi CIMB Niaga tercatat meningkat 6,8% (yoy), dari Rp 2,32 triliun pada September 2018 menjadi Rp 2,46 triliun pada September 2019.
Hal serupa juga terjadi di PT Bank Mandiri Tbk (BMRI). Dalam PKPU tercatat Bank Mandiri memiliki tagihan senilai Rp 2,2 triliun. Angka ini lebih besar ketimbang laporan Debtwire yang hanya Rp 1,50 triliun.
Baca Juga: Verifikasi tagihan rampung, utang Duniatex capai Rp 22,4 triliun
Direktur Manajamen Resiko Bank Mandiri Achmad Siddik Badruddin menyatakan bahwa pihaknya juga telah menyiapkan biaya pencadangan dan provisi terhadap eksposur kreditnya.“Biaya provisi dibentuk secara gradual, sampai akhir tahun, atau Januari tahun depan setidaknya sekitar 60%-70% yang kai siapkan. Lebih dari cukup, karena kami juga punya agunan,” kata Siddik beberapa waktu lalu.
Bank pelat merah lainnya yaitu PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI) dilaporkan dalam riset Mirae Asset Sekuritas pada 21 Oktober 2019 lalu punya eksposur hingga Rp 500 miliar. Nilai ini juga meningkat dibandingkan yang diumumkan BNI pada Juli 2019 lalu senilai Rp 459 miliar.
Mirae Asset juga menyatakan bahwa bank berlogo angka 46 ini juga telah meningkatkan biaya provisi terhadap eksposurnya kepada Duniatex menjadi 26%. Peningkatan provisi ini seiring dengan meningkatkan status kredit Duniate Group yang kini berada di level kolektibilitas dua alias special mention loan.
Bank yang sebelumnya tak tercatat dalam laporan Debtwire juga ikut mendaftarkan tagihannya dalam PKPU Duniatex yaitu PT Bank International Nobu Tbk (NOBU). “Betul kami telah mendaftarkan tagihan senilai Rp 88 miliar dalam PKPU Duniatex,” kata Kuasa Hukum Bank Nobu Sarmauli Simangunsong dari Kantor Hukum Nindyo & Associates kepada Kontan.co.id.
Sementara sumber Kontan.co.id membisikkan, dalam PKPU, pemilik tagihan terbesar berasal dari Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) alias Indonesian Eximbank yang mendaftarkan tagihan hingga Rp 3,1 triliun.
Nilai ini tak berbeda jauh dari pengumuman perusahaan di Bursa Efek Indonesia pada Juli lalu yang menyatakan punya eksposur piutang Rp 3,04 triliun.
Baca Juga: Pencadangan Naik, Laba Bank BRI (BBRI) dan Bank BNI (BBNI) Tertekan
Kemudian ada PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) dan entitas anaknya yaitu PT Bank BRI Syariah Tbk (BRIS) yang disebutnya punya mendaftar total tagihan Rp 2,25 triliun. Dalam laporan Debtwire BRI sebelumnya tercatat punya eksposur Rp 1,3 triliun, dan BRI Syariah senilai Rp 179 miliar.
Protes Pemegang Obligasi
Selain perbankan, sejumlah pemegang obligasi yang diterbitkan entitas Duniatex yaitu PT Delta Merlin Dunia Textile (DMDT) juga telah mendaftarkan tagihannya.
Marx Andriyan dari Kantor Hukum Marx & Co yang merupakan kuasa hukum dari delapan pemegang obligasi menyatakan telah mendaftarkan tagihan lebih dari Rp 1 triliun.
Baca Juga: Dua Putra Utama Makmur (DPUM) merampungkan restrukturisasi utang dengan LPEI
Sebagai informasi, DMDT menerbitkan obligasi global senilai US$ 300 juta atau setara Rp 4,26 triliun dengan kupon 8,625% pada Maret lalu. September lalu, DMDT dalam pengumumannya di Bursa Singapura telah menyatakan tak mampu membayar bunga obligasinya.
Terkait proses PKPU, Marx bilang pihaknya telah meminta kepada Majelis Hakim Pengadilan Negeri Semarang agar pemungutan suara terkait persetujuan rencana restrukturisasi dilakukan masing-masing entitas Duniatex dalam PKPU alih-alih dilakukan serempak.
Baca Juga: LPEI biayai PT DI ekspor pesawat terbang CN 235-220 ke Nepal
Asal tahu, dalam perkara PKPU ini ada enam entitas Duniatex yaitu DMDT, PT Delta Dunia Textile (DDT), PT Delta Merlin Sendang Textile (DMST), PT Delta Dunia Sandang Textile (DDST), PT Dunia Setia Sandang Asli Textile (DSSAT), PT Perusahaan Dagang dan Perindustrian Damai alias Damaitex.
“Hubungan hukum kami hanya kepada DMDT, tidak kepada entitas Duniatex lainnya. Kalau voting dilakukan dijadikan satu atas enam debitur, maka keputusannya juga akan berlaku satu, padahal ini enam subjek hukum yang berbeda. itu bisa merugikan kami,” kata Marx.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News