Reporter: Laurensius Marshall Sautlan Sitanggang | Editor: Dessy Rosalina
KONTAN.CO.ID - Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) menilai rata-rata bunga deposito bank acuan pada akhir Juli 2017 tercatat sebesar 5,91%. Jumlah tersebut naik 1 basis poin (bps) dari posisi akhir Juni 2017.
Belum lagi, LPS mencatat hal yang sama terjadi pada rata-rata suku bunga minimum yang meningkat 3 bps menjadi 5,04%. Sementara, suku bunga maksimum simpanan valas dari bank benchmark terpantau naik 3 bps di sepanjang Juli 2017.
Dody Arifianto, Kepala Grup Risiko Perekonomian dan Sistem Keuangan LPS memantau selama tiga bulan terakhir, suku bunga pasar cenderung flat dengan kenaikan terbatas.
Atas hal itu, LPS menyebut ada potensi suku bunga simpanan sedikit meningkat guna memenuhi kebutuhan likuditas perbankan.
"Pada tahun 2017 ini ada potensi suku bunga simpanan untuk sedikit meningkat karena tingginya kebutuhan likuiditas untuk mendorong pembangunan infrastruktur," ujarnya dalam indikator likuditas LPS yang diterima KONTAN, pekan lalu.
Menanggapi hal tersebut, sejumlah bank plat merah yang sebagian kreditnya mengalir ke sektor infrastruktur menyebut dalam waktu dekat pihaknya belum akan meningkatkan suku bunga kredit.
Ambil contoh PT Bank Negara Indonesia (persero) Tbk yang menilai pertumbuhan dana pihak ketiga (DPK) perseroan masih memadai menopang pembiayaan infrastruktur.
Wakil Direktur Utama BNI Herry Sidharta menyebut secara keseluruhan kondisi perbankan masih dalam batas stabil, artinya belum ada permasalahan dari sisi likuditas.
"Sampai dengan saat ini kami menganalisa belum ada kebutuhan mendesak untuk menaikkan bunga deposito, kami yakin tren bunga deposito ke depan relatif stabil," ujarnya kepada KONTAN, Minggu (13/8).
Alih-alih untuk menjaga likuditas, bank berlogo 46 ini justru akan tetap fokus mendorong pertumbuhan dana murah (tabungan dan giro). Sementara deposito sebagai pelengkap kebutuhan dari sisi aset.
"Kami target DPK tumbuh di kisaran 17%-20% akhir tahun," paparnya.
Lanjut Herry, sama dengan bunga deposito, BNI juga belum ada rencana untuk dinaikkan. Hanya saja, Herry tidak menapik kalau perseroan memang menginginkan untuk bunga naik untuk mendorong biaya dana.
"Kami mengupayakan untuk mencari dana murah, ini supaya bunga kredit tidak perlu naik," imbuhnya.
Sekadar informasi saja, merujuk pada laporan keuangan kuartal II 2017, BNI mencatatkan kenaikan DPK mencapai 18,5% secara tahunan atau year on year (yoy) menjadi Rp 463,86 triliun.
Sementara dari sisi loan to deposit ratio (LDR) BNI tercatat di level 88,9%. Rasio tersebut mengalami penurunan dibanding periode yang sama tahun lalu 91,4%.
Senada dengan BNI, PT Bank Rakyat Indonesia (persero) Tbk juga belum ingin meningkatkan suku bunga deposito.
Direktur Utama BRI Suprajarto pihaknya masih menanti pergerakan suku bunga acuan Bank Indonesia (BI) 7 Days Reverse Repo Rate (7DRR).
"Kami liat BI Rate seperti apa, kalau kondisi sekarang dari simpanan masih aman dan mudah-mudahan tetap aman di akhir tahun," ujarnya saat ditemui di Jakarta, Jumat (18/8).
Menurut Suprajarto, pihaknya masih akan berpatokan pada DPK untuk pembiayaan infrastruktur dan kredit lainnya.
Sebelumnya, Direktur Konsumer BRI Randi Anto menyebut pihaknya akan mendorong pertumbuhan dana murah, hingga akhir tahun pihaknya menarget dana murah naik 18,5%.
Sebagai informasi saja, dari sisi penghimpunan DPK, tercatat BRI berhasil menghimpun Rp 768 triliun per semester I 2017. Jumlah tersebut meningkat 12,3% bila dibandingkan dengan posisi periode semester I 2016 sebesar Rp 683,7 trilliun.
Jika dirinci, dana murah atau CASA masih mendominasi DPK dengan komposisi mencapai 56,09%. Dana giro tercatat tumbuh 17,4% sedangkan tabungan tumbuh 11,5%. Sementara simpanan berjangka atau deposito BRI mengalami kenaikan 11,1% menjadi Rp 337,2 triliun.
Sementara LDR perseroan tercatat menurun dari 90,03% di semester I 2016 menjadi 89,57% di akhir Juni 2017.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News