kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   12.000   0,80%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Bankir akui bisnis kartu kredit terdisrupsi uang elektronik


Kamis, 20 Juni 2019 / 15:03 WIB
Bankir akui bisnis kartu kredit terdisrupsi uang elektronik


Reporter: Laurensius Marshall Sautlan Sitanggang | Editor: Tendi Mahadi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pertumbuhan bisnis kartu kredit perbankan mulai meningkat. Merujuk data Alat Pembayaran Menggunakan Kartu (AMPK) Bank Indonesia (BI), pada periode Januari - April 2019 bisnis kartu kredit bank sudah mencapai 112,81 juta transaksi.

Jumlah tersebut meningkat dari periode tahun sebelumnya 110,4 juta transaksi. Pun dari sisi nominal atau nilai transaksi tercatat tumbuh 10,77% secara yoy di periode Januari-April 2019 menjadi Rp 109,71 triliun.

Kendati demikian, Kepala Divisi Kartu Kredit PT Bank Negara Indonesia Tbk (BNI) Okki Rushartomo mengatakan pertumbuhan kartu kredit perbankan sempat melesu. Menurutnya, bisnis kartu kredit perbankan sempat mendapat disrupsi dari maraknya uang elektronik alias dompet elektronik. Sebut saja seperti Go-Pay atau OVO yang menawarkan diskon atau promo yang tak kalah menarik dari kartu kredit.

"Kalau kita lihat growth (kartu kredit) bisa single, bisa double, tidak bisa tutup mata ini tentu adanya persaingan dari uang elektronik," katanya di Jakarta, Rabu (19/6). Meski begitu, dampak yang paling terasa tidak pada kartu kredit melainkan transaksi kartu debit.

Ada beberapa keunggulan uang elektronik dibanding kartu kredit dan debit menurut Okki. Pertama, dari sisi ticket size, uang elektronik jauh lebih mini. Misalnya saja di BNI, rata-rata ticket size kartu kredit ada di kisaran Rp 1,1 juta pada rata-rata transaksi kartu kredit. Sedangkan rata-rata transaksi kartu debit ada di kisaran Rp 200 ribu hingga Rp 300 ribu.

Jumlah tersebut jauh lebih tinggi dibandingkan rata-rata transaksi belanja menggunakan uang elektronik yang berkisar antara Rp 30 ribu sampai Rp 50 ribu. Namun, Okki melihat persaingan tersebut merupakan hal yang wajar.

Sebab, masyarakat dapat memiliki uang elektronik dengan lebih leluasa. Artinya, tidak perlu harus datang ke kantor alias hanya menggunakan telepon pintar (smartphone) saja, ini merupakan keunggulan kedua uang elektronik dibanding produk perbankan.

Berbeda dengan kartu kredit misalnya yang secara regulasi memerlukan tanda tangan basah. Artinya, perbankan pun harus mengeluarkan biaya yang lebih besar untuk mengakuisisi nasabah.

Meski lebih rumit, kartu kredit menurut Okki masih menjadi pilihan transaksi masyarakat. Terutama karena keamanannya yang lebih tinggi, baik secara sistem maupun regulasi. Untuk dapat lebih bersaing dengan perusahaan teknologi finansial (tekfin), ke depan BNI akan mendorong investasi di digital, terutama untuk pembukaan rekening melalui aplikasi.

"Dalam waktu dekat akan launching, di aplikasi pun sebetulnya sudah bisa (buka rekening)," sambungnya.

Hanya saja, untuk saat ini secara aturan pembukaan rekening bank baru bisa berupa tabungan atau debit saja. "Untuk kartu kredit belum bisa, karena harus tanda tangan basah. Tapi saya yakin, regulator atau BI akan mendorong ke arah sana," terangnya.

Pun, Pemerintah melalui lembaga jasa keuangan juga tengah gencar mengembangkan transaksi non tunai.

Beberapa kelebihan lain dari transaksi kartu kredit, menurut Okki yakni kegunaannya yang lebih fleksibel. Semisal, pemegang kartu kredit dapat menggunakan kartunya untuk transaksi dalam dan luar negeri. "Pasti ada kelebihan dan kekurangan dari masing-masing produk," katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×