Reporter: Laurensius Marshall Sautlan Sitanggang | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kendati pendapatan bunga perbankan terhambat akibat pandemi Covid-19, perbankan di Tanah Air terbilang cukup efisien dalam mengelola beban bunga. Hal ini tercermin dari total beban bunga bank yang mengalami penurunan pada Juli 2020 menjadi Rp 246,41 triliun atau turun sekitar 4,16% secara year on year (yoy).
Menurut data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) beban bunga tertinggi ada dari sisi beban bunga Dana Pihak Ketiga (DPK) yang nilainya mencapai Rp 115,5 triliun. Akan tetapi, secara industri beban bunga DPK turun 5,96% dari periode setahun sebelumnya yang sebesar Rp 122,84 triliun.
Hal ini tentunya sejalan dengan upaya perbankan yang berusaha mengurangi ketergantungan terhadap dana mahal seperti deposito. PT Bank CIMB Niaga Tbk misalnya yang mengatakan pertumbuhan DPK memang terus tumbuh tinggi semasa pandemi, tetapi didominasi oleh kenaikan dana murah (CASA).
Direktur Konsumer CIMB Niaga Lani Darmawan menjelaskan, CASA di awal semester II 2020 tumbuh di atas 18%.
Baca Juga: OJK: Restrukturisasi kredit perbankan mencapai Rp 884,5 triliun
"Dalam beberapa tahun terakhir kami telah menurunkan cost of fund (CoF) yang lumayan. Karena pertumbuhan CASA yang lebih murah," katanya kepada Kontan.co.id, Rabu (30/9).
Sayangnya, Lani tidak merinci besaran CoF CIMB Niaga saat ini. Dia hanya menegaskan kalau biaya dana saat ini sangat terkendali.
Bila merujuk laporan keuangan bulan Agustus 2020, beban bunga CIMB Niaga memang turun sekitar 6,88% secara yoy dari Rp 6,03 triliun menjadi sekitar Rp 5,62 triliun. Akan tetapi, laju kredit yang terbilang seret tetap berpengaruh pada kondisi keuangan perseroan.
Terlihat dari pendapatan bunga bersih yang turun 3,21% yoy menjadi sebesar Rp 7,91 triliun akibat pendapatan bunga yang hanya tumbuh mini alias stagnan.
Agak sedikit berbeda dari bank besar, bank-bank kecil di sisi lain mengungkap adanya peningkatan beban bunga di tengah pandemi. PT Bank Ina Perdana Tbk (BINA) misalnya yang mengungkap posisi net interest margin (NIM) turun ke level 3,46% di periode semester II 2020, dari periode sebelum pandemi Covid-19 sebesar 3,97%.
Direktur Utama Bank Ina Perdana Daniel Budirahayu bilang, hal itu diakibatkan beban bunga yang sedang meningkat lantaran DPK perseroan naik 37% di awal kuartal III 2020 dibandingkan tahun lalu.
"Tetapi biaya dana secara keseluruhan terjadi penurunan," kata Daniel.
Daniel juga memastikan, beban biaya bunga sejauh ini masih terkendali. Alhasil, posisi NIM perseroan diperkirakan tidak akan bergerak jauh dari angka 3,46%.
Sebagai gambaran saja, dalam laporan keuangan bulan Agustus 2020 Bank Ina memang mencatatkan beban bunga meningkat sekitar 38% secara tahunan dari Rp 231,7 miliar menjadi Rp 319,73 miliar. Namun, bila dilihat dari pendapatan bunga bersih, perseroan masih mampu mencatat kenaikan sekitar 10,64% yoy.
Alih-alih untuk mengurangi peningkatan beban bunga di tahun ini, Daniel mengatakan pihaknya berencana mengurangi dana mahal dan fokus ke dana murah.
Baca Juga: Ingin mendorong kredit saat pandemi, berikut cara yang efektif menurut ekonom
Sementara itu, PT Bank Mayora membenarkan di dalam tren kredit yang lesu, pendapatan bunga tak terlalu deras. Di sisi lain, beban bunga berpotensi untuk meningkat.
Kendati demikian, Direktur Utama Bank Mayora Irfanto Oeij memastikan pihaknya bisa mempertahankan NIM di level 4% sampai akhir tahun. Itu artinya, pendapatan bunga dan beban bunga perseroan seharusnya bisa dikendalikan.
"Posisi NIM Bank Mayora masih di kisaran 4,03% per Agustus 2020. Untuk beban bunga sudah berkurang sejalan dengan pengurangan biaya bunga," katanya. Pihaknya juga mengatakan akan meningkatkan efisiensi untuk mempertahankan profitabilitas tetap aman, salah satunya tentu dengan peningkatan CASA.
Selanjutnya: Tenang, bankir pastikan tren penurunan bunga kredit berlanjut
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News