kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.533.000   0   0,00%
  • USD/IDR 16.179   21,00   0,13%
  • IDX 7.053   69,44   0,99%
  • KOMPAS100 1.055   14,32   1,38%
  • LQ45 829   11,91   1,46%
  • ISSI 214   1,24   0,58%
  • IDX30 423   6,73   1,62%
  • IDXHIDIV20 510   7,74   1,54%
  • IDX80 120   1,64   1,38%
  • IDXV30 125   0,95   0,76%
  • IDXQ30 141   2,08   1,49%

Bankir tanggapi beragam aturan relaksasi FFR


Minggu, 03 September 2017 / 13:26 WIB
Bankir tanggapi beragam aturan relaksasi FFR


Reporter: Galvan Yudistira | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie

KONTAN.CO.ID - Beberapa bank menanggapi beragam terkait rencana Bank Indonesia (BI) yang akan melakukan relaksasi aturan LFR (loan to funding ratio). Nantinya, obligasi korporasi yang dibeli bank bisa diakui sebagai loan sehingga istilah LFR bisa berubah menjadi FFR (financing to funding ratio).

Bagi bank yang mempunyai likuiditas yang rendah, aturan ini jelas menguntungkan karena bisa meningkatkan rasio LFR. Sedangkan bagi bank yang likuiditasnya cukup tinggi hal ini bisa membuat LFR menjadi naik.

Seperti diketahui, rentang LFR yang diizinkan regulator adalah antara 80% sampai 92%. Jika kurang dari atau melebihi aturan ini, maka bank harus membayar denda dengan nominal tertentu.

Namun BI memberikan pengecualian sebenarnya bagi bank yang tidak memenuhi aturan LFR asal mempunyai rasio permodalan (CAR) dan pemenuhan kredit UMKM sesuai dengan aturan regulator.

BNI, sebagai salah satu bank yang mempunyai rasio kredit terhadap simpanan (LDR) sebesar 88,93%, menyambut baik aturan ini. Panji Irawan Direktur Treasury dan Internasional BNI bilang sampai akhir tahun bank berpotensi menumbuhkan portofolio surat berharga.

"Untuk obligasi korporasi non bank yang dibeli BNI berasal dari beragam segmen industri," kata Panji kepada KONTAN, Sabtu (2/9). Sebagian besar surat berharga yang dimiliki BNI saat ini adalah dari pemerintah dan BUMN.

Jan Hendra, Sekretaris Perusahaan BCA bilang masih akan mempelajari rencana aturan relaksasi likuiditas yang akan dikeluarkan BI. "Kami perlu meneliti dengan baik sebelum membeli obligasi korporasi," kata Jan Hendra, Minggu (3/9). Saat ini, menurut Jan Hendra, obligasi korporasi yang dimiliki BCA masih di bawah 5% dari total kredit yang diberikan.

Beberapa bank yang mempunyai LDR di atas batas atas seperti BTN yaitu 111,5% akan lebih berhati-hati terhadap aturan ini. "Jika komponen obligasi korporasi masuk sebagai komponen LFR maka akan meningkatkan LFR BTN yang sudah tinggi," ujar Iman Nugroho Soeko, Direktur Keuangan dan Treasury BTN kepada KONTAN, Sabtu (2/9).

Jika benar aturan ini akan diimplementasikan, maka terpaksa BTN harus mengeluarkan sebagian obligasi korporasi yang ada. BTN bilang masih akan menunggu kebijakan resmi BI terkait aturan likuiditas. Saat ini, BTN telah mengoleksi beberapa obligasi korporasi seperti dari Hutama Karya yang dijamin pemerintah untuk mengelola likuiditas.

Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sampai Juni 2017 obligasi korporasi yang dibeli bank sebesar Rp 544,3 triliun naik 1,62% secara tahunan atau year on year (yoy).

Kenaikan penempatan dana obligasi di bank pada Juli 2017 sedikit turun dibandingkan periode sama 2016 yang naik 25% yoy. Saat ini obligasi korporasi berjumlah sekitar 13% dibanding total kredit perbankan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective Bedah Tuntas SP2DK dan Pemeriksaan Pajak (Bedah Kasus, Solusi dan Diskusi)

[X]
×