Reporter: Arthur Gideon | Editor: Test Test
SERANG. Gara-gara harga minyak dunia melambung, para bankir banting setir ke sektor yang lebih tahan risiko. Saat ini, para bankir berlomba mengucurkan kredit Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM). Kompetisi di pasar kredit kecil pun semakin sengit.
Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI) Muliaman D. Hadad mengaku, nyaris semua bank agresif menyalurkan kredit untuk sektor UMKM. "Karena sektor tersebut memang lebih tahan risiko ketimbang sektor lainnya," ujarnya hari ini. Sebetulnya, bank-bank tersebut sudah lama menggarap pasar UMKM, hanya saja keran kredit untuk UMKM dahulu tak selebar seperti sekarang. "Mereka terus memperbesar kredit UMKM," tambah Muliaman.
BI mencatat, sampai akhir bulan Juni lalu, outstanding kredit perbankan untuk sektor UMKM mencapai Rp 599,9 triliun atau 50% dari nilai total kredit perbanyak. Sebanyak 95,9% kredit UMKM yang tersalur itu berasal dari kantong bank umum. Sementara Bank Perkreditan Rakyat (BPR) hanya mengucurkan Rp 24,6 triliun, atau 4,1% dari total kredit UMKM.
Sektor UMKM menarik bagi bank, karena debitur UMKM umumnya memiliki usaha yang elastis. Kebanyakan bisnis berskala kecil tetap bertahan, kendati harga bahan baku naik tinggi. Yang menjadi masalah, banyak pengusaha UMKM yang belum mengenal prosedur kredit di perbankan. "Bahkan banyak dari mereka yang takut masuk ke gedung bank. Makanya kini BI mengajak perbankan untuk memberi edukasi ke pengusaha UMKM di daerah-daerah," ujar Muliaman.
Caranya, BI akan mengkoordinasi bank-bank untuk melakukan bazar atau pameran kredit UMKM di daerah-daerah yang menjadi kantong pengusaha UMKM. Muliaman juga meminta bank memperluas akses jaringan bagi pengusaha UMKM di daerah pelosok. "Saat ini baru beberapa bank saja. Kalau makin banyak, persaingan menjadi lebih sehat. Bunga untuk debitur pun juga lebih kompetitif," imbuhnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News