kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.533.000   18.000   1,19%
  • USD/IDR 16.199   95,00   0,58%
  • IDX 6.984   6,63   0,09%
  • KOMPAS100 1.040   -1,32   -0,13%
  • LQ45 817   -1,41   -0,17%
  • ISSI 212   -0,19   -0,09%
  • IDX30 416   -1,10   -0,26%
  • IDXHIDIV20 502   -1,67   -0,33%
  • IDX80 119   -0,13   -0,11%
  • IDXV30 124   -0,51   -0,41%
  • IDXQ30 139   -0,27   -0,19%

BCA: Restrukturisasi tanpa pencadangan adalah kamuflase


Rabu, 10 Juni 2020 / 17:39 WIB
BCA: Restrukturisasi tanpa pencadangan adalah kamuflase
ILUSTRASI. Pekerja membersihkan menara BCA di Jakarta, Selasa (12/3/2019). Bank Indonesia menyatakan pertumbuhan ekonomi Indonesia 2019 akan berada di kisaran 5-5,4 persen. ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan/foc.


Reporter: Laurensius Marshall Sautlan Sitanggang | Editor: Tendi Mahadi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Bank Central Asia Tbk (BCA) mengaku pihak tidak mau mengambil risiko di tengah pandemi Covid-19, terutama dari sisi kredit. Direktur Utama BCA Jahja Setiaatmadja mengatakan kendati Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memperbolehkan bank untuk tidak membentuk pencadangan terhadap kredit yang direstrukturisasi akibat pandemi Covid-19, perseroan memilih untuk tetap membentuk seluru kredit yang direstrukturisasi.

Bukan tanpa alasan, menurut kacamata Jahja pelonggaran tersebut bisa saja berupa kamuflase. Lantaran secara tertulis kinerja perbankan bisa terbilang stabil, padahal hal tersebut bisa menjadi senjata makan tuan di kemudian hari.

Baca Juga: Sempat disoal BPK, OJK sebut tujuh bank dalam pertumbuhan yang sehat

Sebab, saat ini berdasarkan aturan tersebut sejatinya bisa saja membuat kredit bermasalah atau non performing loan (NPL) terlihat cantik. Padahal, faktanya hal ini tidak lantas membuat kredit bermasalah tersebut benar-benar lancar. "Ini bahayanya restrukturisasi. Jadi restrukturisasi ini kamuflase. Artinya seluruh nasabah yang tidak sanggup bayar tetap menjadi lancar," katanya dalam video webinar di Jakarta, Rabu (10/6).

Lebih lanjut, Ia juga mengatakan sampai saat ini BCA pun tetap terus memberikan perhatian khusus kepada debitur secara individual. Cara ini dilakukan agar perseroan bisa menentukan bentuk keringanan yang sesuai untuk masing-masing debitur. "Secara internal kami terpaksa dalami satu per satu keadaan nasabah," sambungnya.

Hal ini menurutnya juga sudah sejalan dengan pola bisnis perusahaan yang menerapkan prinsip kehati-hatian cukup ketat sejak lama. Tetapi, bukan berarti tidak berdampak pada kinerja perusahaan.

Bank swasta terbesar ini juga mengamini bahwa besarnya pembentukan pencadangan lambat laun bakal berpengaruh pada profitabilitas perusahaan. Walhasil, sama seperti bank lainnya, BCA pun akan merombak seluru rencana bisnis bank (RBB) pada pertengahan tahun ini untuk diajukan ke Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

Baca Juga: Tambah modal, Bank Mayapada akan rights issue dengan terbitkan 2,27 miliar saham

Sebagai catatan saja, per Maret 2020 BCA tercatat telah membentuk rasio pencadangan terhadap NPL sangat besar yakni mencapai 229,8%. Posisi tersebut meningkat sebesar 58,4% dari periode Maret 2019 sebesar 171,4%. Sementara itu, provisi untuk kredit dalam risiko atau loan at risk (LAR) juga terjaga tinggi 78,8% meningkat 18,7% dari setahun sebelumnya.

Sementara itu dari sisi rasio NPL masih bisa terjaga rendah 1,6% di kuartal I 2020, hanya meningkat 10 basis poin (bps) dari posisi kuartal I 2020.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU

[X]
×