kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45920,31   -15,20   -1.62%
  • EMAS1.345.000 0,75%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Begini upaya bank menjaga kondisi kredit berkategori loan at risk


Selasa, 22 Juni 2021 / 19:56 WIB
Begini upaya bank menjaga kondisi kredit berkategori loan at risk
ILUSTRASI. Kantor cabang Bank Rakyat Indonesia (BRI).


Reporter: Maizal Walfajri | Editor: Tendi Mahadi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk tetap melakukan pencadangan mengantisipasi restrukturisasi dan kredit yang tergolong loan at risk (LAR). Direktur Utama BRI Sunarso menyatakan melakukan Cadangan Kerugian Penurunan Nilai (CKPN) senilai Rp 73,11 triliun per April 2021.  

LAR merupakan indikator risiko atas kredit yang disalurkan yang terdiri atas kredit kolektibilitas 1 yang telah direstrukturisasi, kolektibilitas 2 atau dalam perhatian khusus, serta kredit bermasalah atau non performing loan (NPL).

“NPL kita hanya Rp 29,08 triliun, artinya kita mencadangkan 2,5 kali dari NPL atau 251,39% pencadangan terhadap NPL. Sebesar itu, karena di portofolio kita masih banyak yang kira-kira masih berisiko atau LAR,” ujar Sunarso pada pekan lalu. 

Baca Juga: Kredit kendaraan bermotor mulai melaju, begini kata bankir

Ia melanjutkan, sisa CKPN senilai Rp 44,03 triliun akan digunakan untuk pencadangan LAR sebesar Rp 256,62 triliun atau memiliki coverage 19%. Maka, BRI harus menjaga agar kredit yang tergolong LAR menjadi NPL lewat dari 19%. 

“Bila lebih dari itu, kami harus mencadangkan lagi. Makanya sekarang setiap tahun ada laba, tidak diambil semua tapi dicadangkan. Kita masih mau menaikan pencadangan lagi. Kita mau lihat kalau Covid-19 tidak selesai, kita terus lakukan pencadangan,” tambahnya. 

Pencadangan ini dilakukan untuk mengantisipasi risiko NPL di kemudian hari. Sunarso bilang bila kualitas kredit bisa terjaga dengan baik, maka pencadangan ini bisa diambil lagi sebagai laba persero. 

Asal tahu saja, BRI telah restrukturisasi kredit terdampak pandemi Covid-19 mencapai Rp 227 triliun hingga April 2021 sejak pandemi. Kendati demikian, Sunarso menyatakan nilai itu semakin turun, lantaran yang masih berstatus restrukturisasi tinggal Rp 185,29 triliun. 

“Artinya, ada Rp 41,7 triliun yang sudah selesai dalam artian Rp 38,07 triliun setara 91% dilakukan pembayaran oleh nasabah. Sedangkan yang dilakukan hapus buku hanya sebesar Rp 771 miliar atau 1,8%,” papar Sunarso.

Baca Juga: Penjualan produk asuransi jiwa tradisional kian ramai

Lanjut Ia, dari restrukturisasi yang rampung itu, ada beberapa nasabah yang melunasi kreditnya sebesar R 10,9 triliun. Ada juga yang membayar kewajibannya setelah mendapatkan keringanan senilai Rp 12 triliun.

“Ada yang lunas lalu hidup lagi normal dan meminta kredit baru, itu Rp 15,05 triliun. Saya pikir angka RP 38,07 triliun ini adalah berita baik. Lantaran dari restrukturisasi yang kita lakukan ada yang bisa melunasi dan melanjutkan kredit,” pungkas Sunarso.

Adapun PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk telah melakukan restrukturisasi kredit terdampak Covid-19 senilai Rp 123 triliun sejak awal pandemi hingga Mei 2021. Direktur Utama BNI Royke Tumilaar menyatakan restrukturisasi itu berasal dari 187.726 debitur. 




TERBARU

[X]
×