kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45908,23   4,90   0.54%
  • EMAS1.310.000 -0,23%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Beleid baru menjepit, bank belum menjerit


Rabu, 19 Desember 2012 / 10:51 WIB
Beleid baru menjepit, bank belum menjerit
ILUSTRASI. Rupiah diperkirakan masih akan melemah terbatas karena memburuknya data indeks keyakinan konsumen.


Reporter: Arief Ardiansyah, Raymond Reynaldi, Dian Pitaloka Saraswati, Anna Suci Perwitasari, Tri Sulistiowati | Editor: Imanuel Alexander

JAKARTA. Para penerbit kartu kredit agak terkejut dengan isi Surat Edaran (SE) Bank Indonesia (BI) Nomor 14/34/DASP tentang Batas Maksimum Suku Bunga Kartu Kredit. Beleid yang dirilis 27 November lalu itu mematok tingkat bunga kartu kredit tertinggi sebesar 2,95% per bulan atau 35,4% per tahun.

Batas maksimal bunga ini berlaku untuk transaksi belanja maupun transaksi tarik tunai. Padahal, saat ini, bunga kartu kredit di pasaran masih berkisar 3%-4%. Saat penyusunan aturan teknis ini, para bankir sempat mengusulkan pengenaan
bunga maksimal di kisaran 3%-3,25%. Bila usulan diterima, artinya mereka tak harus memangkas bunga terlalu besar.

Tapi, regulator berkehendak lain. Angka 2,95% per bulan menjadi ketetapan. BI beralasan, suku bunga kartu kredit di Indonesia belum memperhatikan aspek perlindungan konsumen pengguna kartu kredit. Tak cuma itu, BI mengkritisi praktik pemberian kartu kredit yang belum memperhatikan manajemen risiko pemberian kredit.

Bahkan, bank sentral sudah mengultimatum, para penerbit harus patuh dan mengenakan bunga kartu kredit paling besar 2,95% per bulan. Deputi Gubernur BI Ronald Waas bilang, BI tak akan segan menjatuhkan sanksi pada bank yang enggan menurunkan suku bunga kredit sesuai ketentuan. “Kami akan beri sanksi mulai dari administratif hingga yang terberat, pencabutan izin,” tandasnya.

Lebih jauh, Kepala Departemen Akunting dan Sistem Pembayaran BI Boedi Armanto menambahkan, bunga maksimal kartu kredit yang ditetapkan BI sebenarnya tidak menjadi masalah bagi bank karena tak terlalu rendah. “Faktanya, banyak bank yang sudah membebankan bunga kartu kredit di bawah batas itu,” imbuhnya.

Tujuan yang ingin diraih BI adalah mengajak bank agar lebih efisien dalam beroperasi. Dia mendapati, komponen biaya terbesar dalam bisnis kartu kredit ini untuk membiayai aktivitaspromosi atau marketing. Dengan mematok batas atas pengenaan bunga, BI berharap, tercipta level playing fi eld yang sama antar perbankan, terutama yang terkait promosi.

Mau tak mau, perbankan harus mengikuti seruan ini dengan memotong bunga kredit sesuai aturan. Bagi bank penerbit kartu kredit, dampak paling nyata dari penurunan bunga ini adalah penurunan pendapatan bunga dan nonbunga (fee based income). “Kontributor terbesar pendapatan dari bisnis kartu kredit itu berasal dari pendapatan bunga,” kata Steve Marta, General Manager Asosiasi Kartu Kredit Indonesia (AKKI).

Walau memprediksi penurunan pendapatan, dia belum berani memastikan apakah efek negatif atau positif yang akan muncul dari pelaksanaan ketentuan baru kartu kredit ini. Pasalnya, pelaksanaan aturan ini baru efektif 1 Januari 2013.

Pendapatan turun

Direktur Konsumer PT Bank Central Asia Tbk (BCA) Henry Koenaifi mendukung kehadiran aturan-aturan baru kartu kredit meski sedikit banyak menjepit para pelaku industri. Dia menilai, intensi atau niat awal aturan ini sudah bagus dan tinggal menunggu praktik di lapangan.

“Regulator memang harus preventif agar bisnis kartu kredit kita tidak bubble,” kata Henry. General Manager Kartu Kredit BCA Santoso memberi contoh gelembung kartu kredit yang telah meletus di Korea Selatan dan Taiwan beberapa tahun lalu. Kala itu, kredit macet kartu kredit di sana mencapai 9%. Di sana, fenomena gesek tunai merebak. Ini membuat nasabah seakan mendapat tambahan pendapatan dan berbelanja tanpa perhitungan.

Kondisi ini diperparah dengan persaingan antarbank yang sangat ketat. Ujungnya, dalam menyetujui permohonan penerbitan kartu baru, dasar pemberian plafon itu bukan penghasilan, tapi besaran plafon dari kartu kredit lain. Plus, tak ada pembatasan kepemilikan kartu kredit.

Makanya, BCA tetap melihat kehadiran aturan ini baik untuk mengendalikan risiko dengan menjaga kualitas kredit. Inilah yang mendasari BCA “legowo” memangkas bunga kartu kredit 30 basis poin menjadi 2,95% per bulan. Tingkat bunga ini berlaku untuk kartu kredit BCA yang bekerjasama dengan VISA dan Master Card.

Adapun bunga kartu kredit BCA Card hanya 2,75%. Santoso membenarkan, efek dari aturan ini bakal membuat pendapatan turun. Hingga kini, BCA masih menghitung besaran potensi penurunan pemasukan. Lebih jauh, dia menilai, aturan yang ketat regulator bakal memangkas customer base (jumlah nasabah) kartu kredit. “Untuk BCA, penurunan customer base antara 8%-10%,” kata dia.

Muaranya, penurunan pendapatan dan jumlah nasabah ini akan menggerus profi tabilitas bisnis kartu kredit bank. Di sisi lain, bank harus mengeluarkan ongkos yang lebih besar bila ingin mengompensasi penurunan pendapatan dengan menggeber program promosi.

Saat ini, BCA memiliki 2,35 juta nasabah kartu kredit. Pada akhir tahun ini, Santoso yakin, pemegang kartu kredit BCA akan berkisar 2,4 juta nasabah. Hingga Oktober lalu, penyaluran kredit melalui kartu sekitar Rp 40 triliun. Dia berharap, pada akhir tahun ini, penyaluran kredit bisa menyentuh angka Rp 50 triliun. Dengan pencapaian tersebut, kontribusi bisnis kartu kredit terhadap laba BCA berada di kisaran 6%-8%.

Ke depan, BCA akan terus memperkuat brand mereka sebagai penerbit kartu kredit yang terbaik karena mampu memberikan pelayanan yang bernilai. Selain itu, BCA akan membuat program-program marketing yang menarik dan bermanfaat. “Kalau ibaratnya sepakbola, kami siap total football,” kata Santoso.

Excecutive Vice President Card Businnes Head PT Bank Danamon Tbk Dessy Masri juga memprediksi penurunan pendapatan bunga akibat aturan ini. Selama ini, bisnis kartu kredit memberikan kontribusi yang cukup besar bagi Danamon.

Untuk menahan penurunan pendapatan, Dessy bakal menekan biaya operasional, memaksimalkan pendapatan fee based, memaksimalkan penjualan asuransi, dan lainnya. “Kami juga akan memaksimalkan pendapatan dari volume transaksi,” kata Dessy.

Agar dapat bertahan dalam persaingan yang semakin ketat, Bank Danamon bakal melakukan penambahan penyediaan mesin electronic data capture (EDC). Selain itu, bank ini juga akan tetap menambah program-program merchant.

Trik lain menggaet nasabah baru dan sekaligus menjaga loyalitas nasabah lama adalah merilis kartu co-branding dengan perusahaan lain. Kebanyakan pemegang kartu kredit co-branding itu aktif bertransaksi. Bank Danamon sudah bekerja sama dengan klub sepakbola Manchester United untuk co-branding kartu kredit dan kartu debit. Saat ini jumlah kartu co-branding yang sudah terbit mencapai 140.000, terdiri dari 90.000 kartu kredit dan 50.000 kartu debit.

Hingga September 2012, bank milik Temasek ini menerbitkan 580.000 kartu dengan target 600.000 kartu sampai akhir tahun. “Tahun ini target pertumbuhan kartu kredit sebesar 20% dengan kontribusi pendapatan komisi 50% terhadap total fee based income,” kata Dessy.

Fitur gratisan berkurang

Strategi co-branding juga menjadi pilihan PT Bank Mega Tbk agar dampak jepitan beleid bisa ditahan. Tak cuma itu, bank yang dikendalikan Chairul Tanjung ini mengincar nasabah premium dan melakukan sinergi sesama anak usaha. Ini terlihat dari upaya mereka merilis kartu kredit hasil co-branding dengan Metro Department Store. Dua perusahaan yang berinduk pada CT Corp itu meluncurkan kartu kredit premium bertajuk Metro Mega Card (M2C), Kamis lalu (13/12).

Kostaman Thayib, Business Development Director Bank Mega, menjelaskan, pemotongan bunga menjadi konsekuensi kehadiran aturan baru. Mulai 1 Januari nanti, Bank Mega memangkas bunga kartu kreditnya hingga 1%. Saat ini, bunga kartu kredit yang diberlakukan masih berada di kisaran 2,75% - 3,95% per bulan.

Hingga kini, Bank Mega tercatat telah menerbitkan 1,65 juta kartu kredit atau terbesar kedua sebagai kartu kredit berlogo Visa. Outstanding kredit yang dibukukan mencapai Rp 3 triliun. Diharapkan, jumlah kartu kredit yang diterbitkan menjadi dua juta di tahun depan, dengan outstanding sebesar Rp 5 triliun. “Kontribusi kartu kredit terhadap total bisnis masih kecil,” kata Kostaman.

Salah satu bank yang tidak terpengaruh kebijakan anyar BI adalah PT Bank OCBC NISP Tbk. Direktur Utama OCBC NISP Parwati Surjaudaja mengatakan, sejak jauh hari mereka telah menetapkan bunga sebesar 1,95% per bulan.

Ke depan, OCBC NISP pun hanya mengincar nasabah eksisting dalam memasarkan produk kartu kreditnya. Untuk menjaga loyalitas, OCBC NISP akan menawarkan paket perjalanan wisata kepada pemegang kartu kreditnya. “Kurs kartu kredit kami bisa dibilang yang paling bagus,” imbuh Parwati.

Tapi, tekanan bagi para penerbit tak cuma itu. Steve menyebut ongkos operasional penerbit dalam memenuhi hal-hal teknis, seperti laporan tagihan yang lebih rinci, bakal meningkat. Alhasil, bank akan melakukan efisiensi besar-besaran.

Salah satu cara meningkatkan efisiensi adalah mengurangi program belanja atau fasilitas lain yang selama ini diberikan secara gratis. “Penerbit akan menghilangkan program free annual fee atau mengenakan biaya fasilitas airport lounge,” ujar Steve.

Walau terjepit, AKKI tetap optimistis penggunaan kartu kredit tak akan menurun signifikan. Sebab, nasabah akan mengalihkan transaksi ke kartu kredit yang dapat digunakan.

Toh, regulator juga sudah tahu arah penerbit mencari kompensasi penghasilan. Dengan kondisi ekonomi yang terus membaik, Boedi yakin ekstensifikasi atau penambahan nasabah kartu kredit tetap akan terjadi walau dengan biaya promosi yang tidak berlebihan. “Tiap 1% kenaikan kelas menengah saja, berarti ada 2,4 juta potensi pemegang kartu kredit baru,” katanya. Jadi, selamat berburu nasabah baru dengan bunga yang lebih kuncup.

***Sumber : KONTAN MINGGUAN 12 - XVII, 2012 Laporan Utama


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Practical Business Acumen

[X]
×