Sumber: KONTAN MINGGUAN 43 XVI 2012, Laporan Utama1 | Editor: Imanuel Alexander
JAKARTA. Akhirnya, aturan kepemilikan saham bank terbit. BI mengaitkan kepemilikan bank dengan tingkat kesehatan dan tata kelola perusahaan. Aturan ini tidak banyak mengubah peta industri perbankan. Asal sehat, asing bisa punya 99% saham bank lokal.
Ucapan selamat datang tak cuma layak kita sampaikan untuk menyambut bulan Ramadan yang dimulai akhir pekan lalu. Mari kita ucapkan ahlan wa sahlan bagi aturan kepemilikan bank yang telah dirilis Bank Indonesia (BI), Rabu pekan lalu (18/7).
Maklum, kehadiran beleid ini sangat dinanti praktisi perbankan Tanah Air, juragan bank, dan calon investor yang berniat membiakkan duit di perbankan nasional. Sudah setahun lebih, BI menggembar-gemborkan penerbitan aturan ini, namun beberapa kali tertunda.
Direktur Eksekutif Departemen Penelitian dan Pengaturan Perbankan BI Mulya Effendi Siregar mengatakan, dalam Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor 14/8/PBI/2012 bertanggal 13 Juli 2012 tentang Kepemilikan Saham Bank Umum, BI mengaitkan kepemilikan dengan tingkat kesehatan dan tata kelola perusahaan yang baik atau good corporate governance (GCG) perbankan. “Aturan ini berlaku across the board, tidak hanya bank asing, tapi juga bank domestik,” kata Mulia.
Kehadiran PBI ini membuat para pelaku industri senang. Mengapa? Aturan ini tidak akan banyak mengubah peta industri perbankan nasional. Saat ini, masih banyak bank dengan juragan yang memegang saham lebih dari batas maksimum yang ditetapkan regulator dalam PBI baru tersebut.
Kala penyusunan aturan, sempat muncul kekhawatiran investor di perbankan nasional bakal terdepak atau tergerus kepemilikan sahamnya. Ada juga ketakutan terjadi divestasi besar-besaran saham bank.
Ketua Umum Perhimpunan Bank-bank Umum Nasional (Perbanas) Sigit Pramono mengatakan, perbankan akan melaksanakan aturan regulator tersebut. Sisi positifnya adalah peraturan ini bakal membuat kesehatan bank selalu terjaga. “Tapi ternyata tidak terlalu menyeramkan seperti waktu diskusi-diskusi awal penyusunan,” kata Sigit.
Asing mendominasi
Ke depan, para pengurus dan pemilik bank akan bekerja keras untuk menjaga kesehatan dan GCG. Pasalnya, mereka tentu tak menginginkan kepemilikan sahamnya melorot gara-gara terbentur aturan BI.
Sebelumnya, Perbanas khawatir, bank sentral bakal membatasi kepemilikan saham bank secara kaku, tanpa melihat upaya dari pemodal yang menjadi pemilik bank selama ini. Bahkan, Sigit berujar, dirinya juga khawatir jika pembatasan tersebut sampai menghilangkan porsi pemegang saham pengendali yang bertanggungjawab besar terhadap operasional suatu bank.
Ternyata, dengan aturan ini, lanjut dia, pemegang saham pengendali dapat mempertahankan posisinya asalkan banknya sehat. “Ini lebih adil. Jika banknya belum masuk kategori sehat, sebagai konsekuensi pemilik harus melepas kepemilikan sahamnya,” tandas Sigit.
Namun, pengaitan kepemilikan dengan tingkat kesehatan dan GCG ini membuat sasaran tembak aturan menjadi kurang bertaji. Anggota Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat Arif Budimanta menilai, seharusnya BI benar-benar fokus mengatur kepemilikan saham bank. Jadi aturan ini tak perlu menghubung-hubungkan dengan tingkat kesehatan dan GCG.
Saat ini dominasi pemilik bank berstatus asing semakin kuat. Seharusnya BI berani mengatur ruang gerak para investor asing. Salah satunya dengan penerapan multiple license bagi bank yang sahamnya banyak dimiliki asing. “BI seharusnya mengarahkan bank-bank seperti itu, hanya boleh membiayai kredit investasi, kredit infrastruktur, atau kredit modal kerja, bukan kredit konsumsi,” kata Arif.
Beleid ini juga tidak menghambat ekspansi investor asing di perbankan nasional. PBI ini memberi jangka waktu divestasi yang cukup panjang, paling cepat lima tahun. Namun, ungkap Sigit, proses mencari investor baru, terutama pemodal yang berasal dari dalam negeri, bukan perkara yang mudah. Alhasil, peluang asing masuk ke bank nasional semakin besar.
Kepala Ekonom Bank Mandiri Group Destry Damayanti juga menyatakan hal yang sama. Proses divestasi bank di Indonesia pasti bakal terus terjadi. Sebab, perbankan nasional memiliki prospek industri yang sangat menjanjikan.
Untuk itu, yang mesti diperhatikan adalah siapa investor yang menjadi pembeli. “Kemungkinan besar pihak asing, seperti private equity yang masuk. Karena mereka punya dana yang besar,” kata Destry.
Berdasarkan catatan BI, saat ini ada lebih dari 10 bank yang berpotensi untuk melakukan divestasi karena memiliki tingkat kesehatan dan GCG di bawah level dua. Jika hingga awal 2014 bank itu tak bisa meningkatkan kesehatan dan GCG-nya maka pemegang saham lama wajib melakukan divestasi.
Jadi, setelah PBI ini, kita perlu mengucapkan lagi, ”Selamat datang investor asing!”
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News