ILUSTRASI. Kantor Otoritas Jasa Keuangan (OJK)
Reporter: Maizal Walfajri | Editor: Tendi Mahadi
“Beberapa modus baru yang digunakan saat ini mengaku memiliki izin dari instansi terkait atau mencantumkan logo instansi terkait. Pencatutan nama penyelenggara fintech P2P lending, perusahaan pembiayaan, perbankan yang terdaftar atau berizin di Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Bahkan badan usaha lain yang ada di bawah pengawasan instansi lain,” ujar Tongam kepada Kontan.co.id.
Juga ada modus dengan memberikan pinjaman kepada pihak yang tidak meminjam. Hal ini terjadi lantaran, pengguna telah mengunduh aplikasi fintech ilegal dan mengisi data berupa nama, nomor rekening, dan sebagainya. "Ternyata tetap dikirim uang dari aplikasi tersebut. Yang bersangkutan dikenakan bunga, biaya administrasi, dan/atau denda. Data yang bersangkutan juga sudah diambil sejak aplikasi diunduh," papar Tongam.
Selain itu, modus lain masih juga bermunculan, mulai tidak terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Memiliki bunga pinjaman yang tidak jelas. Begitupun dengan alamat peminjaman tidak jelas dan berganti nama.
“Media yang digunakan. Pelaku fintech ilegal tidak hanya menggunakan Google Play Store untuk menawarkan aplikasi, tapi juga link unduh yang disebar melalui SMS, media sosial, atau dicantumkan dalam situs milik pelaku. Juga menyebar data pribadi peminjam,” tambah Tongam.
Dia menambahkan, fintech nakal juga menerapkan cara penagihan yang tidak sesuai aturan. Tagihan juga dilakukan kepada keluarga, rekan kerja, hingga atasan. Juga menggunakan fitnah, ancaman, hingga pelecehan seksual. Juga penagihan sebelum batas waktu
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Reporter: Maizal Walfajri
Editor: Tendi Mahadi