kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45861,67   -2,73   -0.32%
  • EMAS1.368.000 0,59%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Bersiap, RUU PS2K Bakal Wajibkan Konglomerasi Keuangan Miliki Holding


Kamis, 13 Oktober 2022 / 20:55 WIB
Bersiap, RUU PS2K Bakal Wajibkan Konglomerasi Keuangan Miliki Holding
ILUSTRASI. Berdasarkan draft RUU PS2K, pengendali konglomerasi harus membentuk financial holding company. .


Reporter: Maizal Walfajri | Editor: Herlina Kartika Dewi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kehadiran konglomerasi keuangan di tanah air akan diatur lebih tegas dalam undang-undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (PS2K). Berdasarkan draft RUU PS2K yang didapat KONTAN, pada pasal 196 menunjukkan pengendali konglomerasi harus membentuk Perusahaan Induk Konglomerasi Keuangan (PIKK) atau financial holding company. 

PIKK juga harus memenuhi persyaratan kemampuan dan kepatutan yang akan diatur dalam peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) nantinya. Lewat aturan ini, regulator menginginkan setiap konglomerasi harus membentuk perusahaan induk. Sebab saat ini, belum semua konglomerasi keuangan di tanah air memiliki perusahaan induk. 

Berdasarkan riset KONTAN, setidaknya terdapat beberapa konglomerasi terbesar di Indonesia mulai dari Astra Financial milik Astra International (ASII), Sinarmas Multiartha (SMAA), Bank Mandiri, Djarum Group, CT Corpora, dan Salim Group. 

Baca Juga: Sah! Astra Financial Caplok 49,56% Saham Bank Jasa Jakarta

Adapun CT Corpora telah menjadi holding bagi setiap entitas konglomerasi keuangan yang dimilikinya. Begitupun dengan Bank Mandiri sebagai induk terhadap anak-anak usaha yang dijalankan. 

Adapun Direktur Eksekutif Segara Institute Piter Abdullah menilai bila hanya melihat pasal dalam draf RUU PS2K ini, belum cukup untuk mengatur konglomerasi keuangan. Mengatur konglomerasi membutuhkan tidak hanya pengaturan tetapi juga pengawasan. 

“Pengaturan harusnya bersifat lebih komprehensif menyangkut induk atau PIKK dan juga semua anak perusahaan yang tergabung dalam konglomerasi. Juga terhadap hubungan di dalam konglomerasi,” papar Piter kepada Kontan.co.id, Kamis (13/10)

Piter menambahkan, juga harus ada kejelasan mekanisme pengawasan konglomerasi yang dilakukan oleh otoritas pengawas utamanya OJK. Dengan begitu, maka pengawasan terhadap konglomerasi keuangan di Indonesia bisa lebih baik. 

Adapun saat ini, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah mengatur konglomerasi di sektor keuangan. Hal ini tertuang dalam Peraturan OJK (POJK) Nomor 45 Tahun 2020. Adapun poin-poin penyempurnaan aturan tersebut memuat beberapa aspek.

Di antaranya, tambahan kriteria grup yang masuk kategori konglomerasi keuangan. Mereka berada pada satu grup atau kelompok karena keterikatan kepemilikan atau pengendalian.  

Lalu, memiliki total aset grup atau kelompok lebih besar atau sama dengan Rp 100 triliun. Kemudian memiliki kegiatan bisnis pada lebih dari satu jenis lembaga jasa keuangan. 

OJK dapat menetapkan suatu grup atau kelompok jasa keuangan sebagai konglomerasi keuangan di luar kriteria yang telah disebutkan. Adapun lembaga keuangan yang termasuk konglomerasi seperti bank, perusahaan asuransi dan reasuransi, perusahaan pembiayaan dan perusahaan efek. 

Selain itu, entitas utama konglomerasi wajib menyusun dan memiliki piagam korporasi yang ditandatangani oleh direksi entitas utama serta direksi anggota.  Isi dan cakupan piagam korporasi disesuaikan dengan karakteristik dan kompleksitas usaha konglomerasi keuangan tersebut.

Baca Juga: Muncul Kabar Astra International (ASII) Pertimbangkan Lepas Unit Asuransi Jiwanya

“Astra Financial ini adalah nama pilar bisnis astra untuk jasa keuangan. PT Sedaya Multi Investama adalah Sub Holding Grup untuk jasa keuangan Astra,” ujar Head of Investor Relations Astra International Tira Ardianti kepada Kontan.co.id, Kamis (13/10). 

Astra melalui anak perusahaannya PT Sedaya Multi Investama (Astra Financial) dan WeLab melancarkan pembelian bank ini melalui anak perusahaan WeLab Sky Limited (WeLab Sky) baru saja merampungkan mengakuisisi Bank Jasa Jakarta (BJJ) yang akan dijadikan bank digital. 

“Nilai transaksi akuisisi BJJ mencapai US$ 500 juta, berdua dengan Astra International. Modal inti BJJ bakal menjadi sekitar Rp 6 triliun setelah transaksi ini,” ujar Founder dan Group CEO WeLab Simon Loong di Jakarta pada Kamis (13/10).

Adapun per Juni 2022, modal inti BJJ baru sebesar Rp 2,1 triliun. Meningkat 32,08% secara tahunan dari periode yang sama tahun lalu sebesar Rp 1,59 miliar.

Setelah penyelesaian transaksi akuisisi, Astra Financial dan WeLab Sky masing-masing memiliki saham BJJ sebesar 49,56%, dan menjadi pemegang saham mayoritas sekaligus pengendali bank.  

Sebelumnya, Astra dan WeLab juga telah bermitra dalam ekosistem fintech di Indonesia. Ini adalah kemitraan strategis kedua setelah pembentukan perusahaan patungan fintech lending bernama PT Astra WeLab Digital Arta (AWDA) pada tahun 2018 dengan produk MauCash. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×