Sumber: KONTAN | Editor: Johana K.
Jakarta. Bank Indonesia (BI) memang sudah menghapus pasal mengenai Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek (FPJP) dalam beleid baru tentang sistem kliring nasional (KONTAN, 18 Maret 2010). Namun, sebagai lender of the last resort, BI menegaskan akan tetap menyediakan FPJP bagi bank yang kesulitan likuiditas.
"Peraturan BI (PBI) tentang FPJP yang dikeluarkan 14 November 2008 sampai saat ini masih berlaku," kata Direktur Perencanaan Strategis dan Hubungan Masyarakat BI Dyah N.K. Makhijani. Dus, bank yang kesulitan likuiditas masih bisa memanfaatkan fasilitas tersebut.
Beleid tentang FPJP tertuang dalam PBI Nomor 10/30/PBI/2008 yang berlaku sejak 14 November 2008. Aturan ini merupakan revisi dari PBI Nomor 10/26/PBI/2008. Revisinya menyangkut persyaratan bank menerima FPJP.
Dalam aturan sebelumnya, yang bisa menerima FPJP adalah bank yang memiliki rasio kecukupan modal atau capital adequacy ratio (CAR) 8%. Namun, dengan pertimbangan keadaan krisis di akhir 2008 silam, BI mengubah syarat menjadi "cukup memiliki CAR positif". Nah, beleid inilah yang menyelamatkan Bank Century hingga mendapatkan dana talangan alias bail out.
Bank sentral berencana merevisi aturan tersebut. Yakni mengembalikan seperti isi PBI 10/26/PBI/2008. Jadi bank yang bisa menerima FPJP adalah bank yang memiliki CAR minimal 8%. Langkah pengembalian ini termasuk dalam desain kebijakan pascakrisis alias exit policy yang kini sedang dikaji BI.
"Untuk PBI FPJP, Dewan Gubernur BI mereview secara keseluruhan paket kebijakan lain yang ditempuh dalam periode krisis yang lalu," kata Direktur Pengaturan dan Penelitian Perbankan BI Halim Alamsyah. Seperti kebijakan Giro Wajib Minimum (GWM), perubahan aturan lelang Sertifikat BI (SBI), transaksi devisa, dan sebagainya,
Ekonom Bank Internasional Indonesia (BII) Juniman menyarankan BI segera merilis exit policy, terutama terkait aturan pemberian FPJP. "Harusnya dikembalikan lagi syaratnya seperti sebelumnya, yakni CAR minimal 8% dengan agunan yang berkualitas," katanya.
Juniman beralasan, saat ini kondisi perekonomian sudah pulih. Bagi pelaku industri keuangan, indikasinya terlihat dari kondisi likuiditas yang baik. Selain itu, "Review ini juga untuk menghindari moral hazzard oleh bank-bank yang CAR-nya di bawah 8% dan mengalami pemburukan aset sehingga butuh bantuan likuiditas," imbuh Juniman.
Adapun di kalangan bankir, keluarnya berbagai kebijakan baru BI belakangan ini di satu sisi cukup mengejutkan, karena banyak mengubah zona nyaman mereka. Namun, bankir mengaku bisa memahami, bahwa tujuan BI memperketat aturan itu supaya good corporate governance (GCG) bisa diterapkan.
"Kebijakan diperketat memang akan lebih bagus ke depan, sehingga yang dulu banyak bersandar pada BI sekarang harus lebih mandiri," kata Direktur Bisnis Bank UOB Buana Safrullah Hadi Saleh.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News