kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.539.000   0   0,00%
  • USD/IDR 15.740   20,00   0,13%
  • IDX 7.492   12,43   0,17%
  • KOMPAS100 1.159   4,94   0,43%
  • LQ45 920   6,72   0,74%
  • ISSI 226   -0,39   -0,17%
  • IDX30 475   4,06   0,86%
  • IDXHIDIV20 573   5,12   0,90%
  • IDX80 133   0,95   0,72%
  • IDXV30 141   1,37   0,98%
  • IDXQ30 158   1,02   0,65%

BI : Aliran hot money harus mulai diwaspadai


Kamis, 28 April 2011 / 11:57 WIB
BI : Aliran hot money harus mulai diwaspadai
ILUSTRASI. Efek resesi ekonomi Singapura tidak terlalu berdampak ke Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG).


Reporter: Nina Dwiantika, Bernadette Christina Munthe |

JAKARTA. Bank Indonesia (BI) menyatakan arus modal portfolio (hot money) secara global dapat menekan apresiasi mata uang domestik. Sebab jika terjadi, bank sentral harus menanggung ongkos moneter yang besar karena melakukan sterilisasi atas banjirnya likuiditas di pasar uang domestik yang bisa menekan neraca keuangan.

Gubernur Bank Indonesia, Darmin Nasution mengungkapkan persoalan arus modal bukan lagi sebatas permasalahan negara emerging market, namun bergeser menjadi masalah global.

Menurutnya, arus modal juga dapat menciptakan dampak destabilisasi di pasar keuangan karena berisiko mengakselerasi kenaikan harga aset terlalu cepat sehingga berpotensi bubble.

"Derasnya arus modal bukan semata karena pengaruh faktor siklikal, akan tetapi juga faktor struktural yang dominan," kata Darmin, Kamis (28/4).

Darmin memaparkan, faktor siklikal itu terkait dengan melebarnya kesenjangan kecepatan laju pertumbuhan ekonomi antara negara berkembang dan negara maju (multi speed growth).

Sedangkan, soal faktor struktural terkait dengan dua hal di antaranya likuiditas global yang melimpah, sebagai konsekuensi dari ekspansi moneter secara massive di negara maju pada masa krisis.

Kemudian, pergeseran profil risiko berinvestasi antara negara maju dan emerging market, terkait dengan perkembangan fundamental makro emerging market semakin kuat dibanding negara maju. Hal ini memperkuat risk appetite investor berinvestasi di emerging market.

Sebagai catatan, pada 18 April lalu, Standard & Poor baru saja menempatkan negative outlook pada peringkat utang pemerintah Amerika Serikat (AS) dan negara ini dipandang berisiko kehilangan rating AAA, kecuali mampu mengurangi defisit dan jumlah utang.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Survei KG Media

TERBARU
Kontan Academy
Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek) Mengenal Pentingnya Sustainability Reporting

[X]
×