Reporter: Nina Dwiantika | Editor: Djumyati P.
JAKARTA. Bank Indonesia (BI) akan mendorong penggunaan mata uang China renminbi pada transaksi ekspor dan impor. Tapi saat ini masih belum berjalan lancar dan sepertinya memerlukan waktu lebih panjang, padahal Indonesia sudah mempunyai perjanjian dengan China untuk Bilateral Currency Swap Agreement (BCSA).
"Itu kan membutuhkan waktu, itu tergantung dari kesiapan pelaku pasar," kata Budi Mulya, Kamis (28/4). Untuk merealisasikan transaksi dengan renminbi sebagai alat untuk bertransaksi perbankan dalam ekspor impor memang tidak mudah. Tak hanya perjanjian BCSA saja yang dibutuhkan, tapi otoritas perbankan juga memerlukan cross border settlement.
Ketua Persatuan Bank-Bank Nasional (Perbanas), Sigit Pramono mengatakan saat ini industri perbankan masih minim bertransaksi dalam menggunakan mata uang China yang sering disebut juga Yuan, mereka lebih senang menggunakan Dolar.
Sigit mengakui, bertransaksi menggunakan Yuan akan lebih mudah dan menguntungkan, karena pasar ekspor dan impor di Indonesia juga banyak dengan China.
Sebelumnya Indonesia telah meneken BCSA dengan People’s Bank of China (PBC) untuk kerjasama pertukaran rupiah dan renminbi ini senilai 100 miliar renminbi atau setara dengan Rp 175 triliun. Kerjasama swap line tersebut berlaku efektif selama tiga tahun dengan kemungkinan perpanjangan atas persetujuan kedua belah pihak.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News