Sumber: KONTAN |
JAKARTA. Pertukaran valuta antara bank sentral Indonesia dan China tak cuma di atas kertas. Dalam tiga tahun ke depan, Bank Indonesia (BI) akan menempatkan rupiah senilai Rp 175 triliun di bank sentral China (PBC). Sebaliknya, PBC akan menempatkan renminbi (RMB) sebesar RMB 100 miliar di neraca BI hingga 2012. Tukar menukar ini merupakan kesepakatan perjanjian bilateral currency swap arrangement yang diteken Gubernur BI dan Gubernur PBC, Selasa (23/3).
BI akan menyalurkan stok renminbi ke perbankan untuk kebutuhan perdagangan ekspor impor. BI belum menetapkan kriteria bank yang akan menjadi penyalur renminbi. BI juga belum memastikan kapan penempatan dana mulai berlangsung. BI dan PBC baru membahas detail teknisnya Mei mendatang.
Gubernur BI Boediono mengaku Indonesia tertinggal dari negara lain dalam BCSA. Sebelum meneken kerjasama dengan BI, PBC telah menjalin kerjasama serupa dengan bank sentral di Malaysia senilai RMB 80 miliar, Korea Selatan (RMB 40 miliar), Hong Kong (RMB 200 miliar), dan Belarus (RMB 20 miliar).
BI punya alasan mengapa meminta fasilitas swap senilai RMB 100 miliar, atau sekitar US$ 14,6 miliar. Nilai itu sesuai dengan besaran perdagangan ekspor impor Indonesia. Nilai ekspor Indonesia dari Negeri Tembok Raksasa itu sepanjang 2008 lalu mencapai US$ 11,5 miliar. Sedangkan nilai impor dari China US$ 15,2 miliar di 2008.
BI yakin, swap akan efektif meredam permintaan dolar Amerika Serikat (AS). Namun Boediono mengakui, tak bisa memaksa pengusaha untuk menggunakan renminbi saat bertransaksi dengan China. "Semua kami serahkan ke masing-masing pebisnis," ujar Boediono, Selasa (24/3).
Jika pebisnis di Indonesia menggunakan renminbi saat bertransaksi dengan China, dolar bisa dipastikan tak lagi laku dalam perdagangan kedua negara. Boediono mengaku, pengusaha di China antusias memanfaatkan BCSA..
Direktur Eksekutif Indonesian Mining Association (IMA) Priyo Pribadi Sumarno menyatakan, pengusaha tambang akan menyambut baik ajakan menggunakan renminbi. "Keuntungan atau kerugian kami tak lagi tergantung fluktuasi dolar," ungkapnya.
Tapi Priyo meminta BI mengontrol nilai tukar rupiah terhadap renminbi. Jika impor Indonesia dari China terus membengkak, nilai renminbi bisa naik tinggi. "Seperti waktu pengusaha Indonesia menggunakan yen saat bertransaksi dengan Jepang," ujarnya.
Direktur Tresuri Bank Mega Kostaman Thayib menuturkan, jika pengusaha mengikuti langkah BI, maka permintaan dolar di pasar lokal bisa merosot. Selama ini, 99% transaksi perdagangan internasional menggunakan dolar AS.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News