kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45900,26   1,51   0.17%
  • EMAS1.318.000 -0,68%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

BI dan OJK diminta perketat perizinan investor asing di bisnis bank digital


Rabu, 16 Desember 2020 / 08:58 WIB
BI dan OJK diminta perketat perizinan investor asing di bisnis bank digital
ILUSTRASI. Penggunaan aplikasi perbankan digital.


Reporter: Dina Mirayanti Hutauruk | Editor: Herlina Kartika Dewi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Bank Indonesia (BI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) diminta untuk memperketat perizinan dan peraturan terhadap investor asing yang akan masuk ke industri keuangan digital. Jika kelonggaran diberikan, pemain asing yang didukung dana melimpah dikhawatirkan akan menguasai ekonomi digital Indonesia, termasuk bank digital.

Eksekutif Indonesia ICT Institute Heru Sutadi mengatakan, BI dan OJK harusnya menerapkan aturan yang lebih ketat di industri keuangan digital. Masuknya bank digital semestinya diantisipasi sejak awal agar mereka tidak menguasai ekonomi Indonesia.

Heru menilai tata kelola bisnis digital di Indonesia belum menyentuh pemain asing. “Oleh karena itu pemerintah harus mengatur kehadiran pemain asing ini secara jelas dan terukur. Misalnya menentukan kewajiban mereka di Indonesia,” katanya Selasa (15/12). 

Lebih lanjut, Heru mengungkapkan jumlah pemain asing di bisnis keuangan digital terus meningkat. Hal ini juga didorong oleh potensi pasar di Indonesia yang besar dan berbagai kemudahan layanan secara digital.

Situasi Pandemi ikut meningkatkan kegiatan transaksi secara digital karena masyarakat lebih nyaman dengan layanan non tunai atau cashless. Potensi itulah yang juga dimanfaatkan asing untuk masuk ke pembayaran digital.

Baca Juga: Ingin ekonomi digital tumbuh baik, pemerintah bakal buat regulasi tidak mengekang

Ia juga mengingatkan masyarakat untuk lebih berhati-hati dalam melakukan transaksi keuangan digital khususnya memperhatikan keamanan data dan sistem transaksi.

"Keamanan data pengguna di masyarakat harus diperkuat, termasuk  sistem server dan sistem keamanan bertransaksi,” tegas Heru.

Tidak hanya soal sistem keamanan transaksi, Heru juga menghimbau persyaratan lain yang mungkin bisa diterapkan bagi pemain bank digital asing, di antaranya adalah harus berbadan hukum tetap di Indonesia serta mengikuti peraturan pemerintah terkait lokasi data center guna menjaga keamanan data nasabah.

“Tetap harus ada pembatasan karena bagaimanapun ekonomi digital ini harus dapat dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kesejahteraan rakyat Indonesia. Kalau terlalu banyak pemain asing, nanti pemain lokal yang justru bisa mati,” tandasnya.

Saat ini kehadiran lembaga keuangan digital, khususnya di segmen pembayaran digital termasuk pemain asing. Contohnya Shopeepay, Ovo dan Dana yang terafiliasi dengan investor asal China. 

Bahkan perusahaan asal Malaysia Grab bersama telekomunikasi Singapura Singtel, dan investor Shopee yakni Sea sudah mendapatkan izin mendirikan bank digital di Singapura. 

Di Indonesia sendiri, geliat bank digital karya perusahaan lokal sudah dimulai namun masih harus dikembangkan, termasuk Bank BCA dan Bank Royal, bank berbasis teknologi Bank Jago, serta layanan Jenius dari Bank BTPN.

Selanjutnya: Prospek kinerja BTPS bisa membaik tersokong pertumbuhan penyaluran pinjaman

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Practical Business Acumen

[X]
×