Reporter: Dea Chadiza Syafina, Nina Dwiantika | Editor: Sanny Cicilia
JAKARTA. Di awal tahun ini, Bank Indonesia (BI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tengah menggodok nama bank-bank yang masuk daftar kelompok bank berdampak sistemik terhadap industri perbankan domestik atau domestic-systematically important bank (D-SIB). Jika masuk kategori D-SIB, bank harus memperkuat modal.
“Bank beraset besar akan masuk kategori bank D-SIB,” kata Halim Alamsyah, Deputi Gubernur BI, Rabu (21/1). Tahap pertama, BI dan OJK menentukan bank D-SIB berdasarkan ukuran aset, interkoneksi dan kompleksitas usaha. Bank yang masuk radar seleksi BI dan OJK adalah Bank Umum Kegiatan Usaha (BUKU) 4 dan BUKU 3.
Selanjutnya, BI dan OJK akan membawa nama bank-bank tersebut ke rapat Forum Koordinasi Stabilitas Sistem Keuangan (FKSSK) untuk ditentukan sebagai bank yang tergolong D-SIB. Berdasarkan aturan PBI Nomor 15/12/PBI/2013 tentang Kewajiban Penyediaan Modal Minimum (KPMM) Bank Umum, bank kategori D-SIB wajib untuk membentuk tambahan modal atawa capital surcharge mulai 1 Januari 2016.
Tambahan modal bank D-SIB sebesar 1% sampai 2,5% dari rasio aset tertimbang menurut risiko (ATMR). Yang pasti, dari sisi aset, bank D-SIB berpotensi masuk konglomerasi keuangan yang bakal mendapatkan pengawasan khusus dari otoritas. OJK menyebutkan, saat ini ada 32 bank yang masuk dalam kategori konglomerasi keuangan. Dus, bank berstatus D-SIB dan konglomerasi keuangan harus bekerja keras memupuk modal.
“OJK akan menambah aturan permodalan baru jika diperlukan untuk kebutuhan bank dalam Basel 3,” ujar Nelson Tampubolon, Dewan Komisioner OJK Bidang Perbankan.
Akhir 2014, kajian OJK menemukan, bank induk konglomerasi sudah memiliki permodalan kuat. "OJK belum menghitung permodalan (CAR) secara terintegrasi. Tapi berdasarkan assessment, sepintas masih bagus karena modal bank induk usaha jauh di atas ketentuan," imbuh Nelson. Tapi, OJK dan BI terus memantau kondisi global yang memengaruhi modal bank.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News