kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.539.000   0   0,00%
  • USD/IDR 15.740   20,00   0,13%
  • IDX 7.492   12,43   0,17%
  • KOMPAS100 1.159   4,94   0,43%
  • LQ45 920   6,72   0,74%
  • ISSI 226   -0,39   -0,17%
  • IDX30 475   4,06   0,86%
  • IDXHIDIV20 573   5,12   0,90%
  • IDX80 133   0,95   0,72%
  • IDXV30 141   1,37   0,98%
  • IDXQ30 158   1,02   0,65%

BI enggan cetak uang untuk tangani Covid-19, Perry Warjiyo: Ora ono kuwi!


Rabu, 06 Mei 2020 / 14:30 WIB
BI enggan cetak uang untuk tangani Covid-19, Perry Warjiyo: Ora ono kuwi!
ILUSTRASI. Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo menyampaikan konferensi pers melalui fasilitas live streaming di Jakarta, Kamis (9/4/2020).


Reporter: Bidara Pink | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Bank Indonesia (BI) kembali menegaskan bahwa bank sentral tidak akan mencetak uang kembali, sebagai langkah untuk menghalau dampak negatif Covid-19 sesuai usul Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).

Sebelumnya, DPR pernah usul agar BI dan pemerintah mencetak uang hingga Rp 600 triliun untuk menyelamatkan ekonomi dari pandemi Covid-19.

Baca Juga: Kuartal I cuma tumbuh 2,97%, BI prediksi ekonomi Indonesia kuartal II minus 0,4%

"Mohon maaf, pandangan ini tidak sejalan dengan praktik kebijakan moneter yang lazim. Mohon maaf, nih. Mohon maaf. Jadi jangan menambah kebingungan masyarakat," kata Gubernur BI Perry Warjiyo, Rabu (6/5) via video conference.

Perry menambahkan, saat ini jenis uang yang ada di masyarakat adalah uang kartal, uang giral, dan uang elektronik. Uang kartal merupakan uang kertas dan logam yang ada di dompet masyarakat, sedangkan uang giral merupakan uang yang ada di sistem perbankan seperti rekening giro, deposito, dan rekening bank.

Peredaran uang kertas dan uang logam telah diatur dalam Undang-Undang (UU) mulai dari perencanaannya, pencetakan, bahkan hingga pemusnahan. Ini pun dikoordinasikan oleh BI dengan Kementerian Keuangan (Kemenkeu).

Untuk jumlah yang dicetak juga sesuai kebutuhan masyarakat, sehingga dampaknya kepada inflasi dan pertumbuhan ekonomi bisa terukur dengan mudah. Misalnya, dengan pertumbuhan ekonomi di level 5% dan inflasi tercatat 3%, berarti pencetakan uang menjadi 8%. Bisa ditambah, tapi maksimal hanya 10%.

Baca Juga: Meski ada outflow, Gubernur BI yakin arus modal asing tetap mengalir ke Indonesia

Lebih lanjut, Perry juga melanjutkan bahwa proses pencetakan uang yang sesuai dengan kaidah-kaidah dan tata kelola tersebut harus melewati proses audit oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

"Pokoknya nggak ada pengedaran uang di luar proses ini. BI cetak uang, bagi-bagi di masyarakat? Ora ono kuwi! (Tidak ada itu)! Semua proses, tata kelola sudah jelas. Mohon jangan tambah kebingungan masyarakat karena BI cetak uang untuk tangani COvid-19 bukan praktik yang lazim di bank sentral dan tidak dilakukan oleh BI," tandasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Survei KG Media

TERBARU
Kontan Academy
Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek) Mengenal Pentingnya Sustainability Reporting

[X]
×