Sumber: KONTAN | Editor: Johana K.
JAKARTA. Bank Indonesia (BI) memperketat prosedur penukaran mata uang di pedagang valuta asing nonbank (money changer). Otoritas moneter itu merasa perlu melakukan pengetatan untuk mencegah terjadinya tindak pidana pencucian uang dan pendanaan kegiatan teroris.
Beleid anyar ini tertuang dalam Peraturan Bank Indonesia (PBI) nomor 12/3/PBI/2010. Aturan yang berlaku efektif mulai 1 Maret 2010 ini mengacu pada standar yang dikeluarkan oleh Financial Action Task Force on Money Laundering (FATF).
PBI tersebut memuat sejumlah prosedur baru. Misalnya soal prinsip pengenalan nasabah. Model know your customer yang berlaku selama ini ditingkatkan menjadi customer due diligence (CDD). CDD merupakan upaya identifikasi, pencocokan, dan pemutakhiran informasi nasabah. Langkah ini untuk memastikan transaksi sesuai dengan profil nasabah.
Pedagang valas nonbank wajib menerapkan CDD ketika bertransaksi dengan nasabah atau beneficial owner. Beneficial owner adalah setiap orang yang memiliki dana, mengendalikan transaksi nasabah, dan memberikan kuasa atas terjadinya suatu transaksi.
CDD ditempuh lewat sejumlah prosedur. Pertama, meminta dan mencocokkan infromasi nasabah dengan dokumen pendukung. Kedua, mencari informasi bahwa nasabah yang bertransaksi itu bertindak untuk diri sendiri atau untuk orang lain.
BI juga mewajibkan pedagang valas bukan bank melakukan enhanced due diligence (EDD) untuk meminta informasi lebih lanjut. "EDD wajib dilakukan saat bertransaksi atau memberikan jasa kepada nasabah yang tergolong berisiko tinggi, termasuk politically exposed person atau pejabat publik" jelas BI.
EDD juga harus dilakukan saat pedagang valas mendapati transaksi tidak wajar. Beberapa informasi yang perlu dilengkapi dalam transaksi itu antara lain, sumber dana, maksud dan tujuan transaksi, kewajaran profil, serta informasi lain mengenai hubungan usaha dengan pihak terkait.
Pengusaha money changer menilai aturan itu wajar. Bahkan, jauh sebelum BI mengetatkan prosedur menukar uang, beberapa pedagang sudah lebih dulu menerapkan.
Indochanger.com misalnya. Perusahaan yang beroperasi sejak tahun 2002 ini telah lebih dahuku menerapkan aturan tersebut. "Di tempat kami, aturan itu sejatinya sudah dilaksanakan sejak tahun lalu," kata Eko Untung Nugroho, pemilik Indochanger.com, Rabu (10/3).
Untuk mengecek nasabah, Indochanger menerapkan sejumlah prosedur baku. Misalnya sebelum transaksi berlangsung, ia meminta nasabah mengisi data secara lengkap, kemudian harus melampirkan KTP dan nomor telepon rumah. "Nomor telepon rumah lebih bisa dicek kebenarannya, dan kami akan meminta salah satu kerabat nasabah untuk memastikan kebenaran data tersebut," terangnya.
Selanjutnya, jika transaksi itu nilainya lebih dari US$ 50, pihaknya akan meminta nasabah melampirkan bukti tagihan telepon atau listrik. "Jika masih ragu, kami akan me-resign nasabah atau melaporkan ke Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK)," ucap Eko.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News