kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.543.000   4.000   0,26%
  • USD/IDR 15.834   -94,00   -0,60%
  • IDX 7.472   -20,01   -0,27%
  • KOMPAS100 1.157   -2,48   -0,21%
  • LQ45 917   -3,39   -0,37%
  • ISSI 226   0,21   0,09%
  • IDX30 472   -2,43   -0,51%
  • IDXHIDIV20 569   -3,32   -0,58%
  • IDX80 132   -0,19   -0,14%
  • IDXV30 140   -0,20   -0,14%
  • IDXQ30 157   -0,81   -0,51%

BI tunda aturan kepemilikan bank


Kamis, 01 Desember 2011 / 08:39 WIB
BI tunda aturan kepemilikan bank
ILUSTRASI. Gambar satelit Lembah Galwan di Ladakh, India, yang menjadi sengketa dengan China, 16 Juni 2020, diperoleh dari Planet Labs Inc..


Reporter: Roy Franedya, Nurul Kolbi | Editor: Djumyati P.

JAKARTA. Bank Indonesia (BI) memastikan, aturan kepemilikan saham mayoritas di tangan satu pihak tidak terbit tahun ini. Otoritas moneter dan perbankan itu beralasan, pengkajian atas calon beleid tersebut belum rampung.

Gubernur BI Darmin Nasution mengatakan, harus mematangkan beberapa hal lagi, terutama masa transisi. "Masih kami pelajari dan ada beberapa risiko yang harus dipertimbangkan," ujarnya, Rabu (30/11).

Darmin enggan menjelaskan faktor risiko yang harus dipertimbangkan secara lebih hati-hati itu. Ia hanya mengatakan, pengaturan kepemilikan saham bakal tetap berjalan. Artinya, ini hanya sekadar penundaan.

Sumber KONTAN di perbankan mengatakan, sikap BI ini tak lepas dari kondisi global. Pengaturan saham dikhawatirkan memberikan sentimen negatif, khususnya terhadap emiten perbankan.

Apalagi, di saat bersamaan, BI tengah menggiring bank memangkas bunga kredit. Mulai efisiensi biaya operasional, biaya dana hingga profit margin. Ini berpotensi menekan profitabilitas bank. Jadi, BI berupaya menghindari pukulan beruntun terhadap bank.

Lagipula, kalau daya tarik terus berkurang, bank akan kesulitan mencari tambahan modal di pasar. Apalagi, tahun depan bank harus memperkuat modal, agar mampu menahan imbas krisis. Nah, menghadapi dilema ini, bank sentral harus membuat skala prioritas.

Selain itu, jika beleid tersebut meluncur saat kondisi seperti ini, BI akan menghadapi kerumitan divestasi. Siapa yang akan menyerap saham-saham itu? Investor lokal tentu tak bisa menjadi tumpuan. Sementara asing bersikap menunggu hingga keadaan normal. Mereka berpikir ulang membeli saham untuk investasi jangka panjang.

Asing memahami BI

Muliaman D Hadad, Deputi Gubernur BI mengatakan, pembatasan aturan kepemilikan akan diprioritaskan untuk bank milik keluarga. BI akan mendorong mereka ke pasar modal, sehingga pengawasan akan lebih ketat. Selain BI, kelak mereka dikontrol otoritas bursa, investor dan publik. "Tujuan regulasi ini mengikis potensi moral hazard pemilik. Belajar dari pengalaman, bank bangkrut bukan karena persaingan tapi dicuri pemiliknya. Fokus kami governance," katanya, Senin (28/11).

Namun bukan berarti BI melupakan bank berstatus terbuka (Tbk), yang saham mayoritasnya di tangan satu pihak. Mereka juga bakal terkena aturan. "Kami tetap dalam koridor itu," katanya.

Mengenai batas maksimal kepemilikan, BI belum mengambil keputusan. Di peringkat 10 bank terbesar, beberapa bank dikuasai oleh satu pemilik. Antara lain CIMB Niaga, Bank Internasional Indonesia (BII), OCBC NISP dan Danamon.

Informasi saja, awal Agustus lalu, BI bertemu presiden untuk mengomunikasikan masalah ini. Beleid bisa terbit jika pemerintah merevisi aturan yang membolehkan asing menguasai saham perbankan hingga 99%.

Kepada KONTAN, sejumlah investor asing di perbankan mengaku memahami rencana BI. Mereka tetap di Indonesia, karena bisnis bank masih menguntungkan. Selain itu, dari sisi aturan, Indonesia relatif lebih longgar dibandingkan negara lain.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Survei KG Media

TERBARU
Kontan Academy
Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek) Mengenal Pentingnya Sustainability Reporting

[X]
×